Konsep Super Hub untuk transshipment kargo ekspor di pelabuhan Priok dinilai telah melupakan dan menyalahi cetak biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Karena Perpres Sislognas no. 26/2012 sampai sekarang belum dihapus atau masih berlaku.
“Jadi rencana kebijakan Pelindo terkait penetapan konsolidasi kargo ekspor untuk alih muat (transshipment) di Tanjung Priok harus dikaji kembali supaya tidak menyalahi Sislognas,” kata Asisten Deputi Pengembangan Logistik Nasional Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Erwin Raza, di Jakarta.
Erwin mengingatkan, Sislognas adalah cetak biru pengembangan logistik yang sudah direncanakan sejak 2009. Blueprint Sislognas secara resmi mengakomodasi pembangunan dari mulai 2009 sampai 2025.
“Dalam blueprint itulah ditetapkan hub port berada di Pelabuhan Kuala Tanjung, Sumatera Utara sebagai pintu gerbang arus logistik di Indonesia bagian Barat dan Bitung untuk wilayah Timur,” ujarnya.
Sementara itu, para ketua asosiasi terkait kepelabuhanan (ALFI, INSA), dan banyak praktisi di kedua sector itu juga mengaku heran dengan istilah ‘Super Hub’, mengingat dalam terminology di dunia sector ini tidak mengenal super hub, tetapi ada hub port.
“Aneh saja dengan istilah itu,” kata Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yuki Nugrahawan Hanafi.
Begitu pula dengan kata Ketua INSA Surabaya Stevensen, mestinya Pelindo jangan asal membuat istilah yang di dunia internasional tidak pernah digunakan, sehingga membingungkan. “Mungkin ingin sensasi, tapi bisnis tak bisa seperti infotainment,” ujarnya.
Yuki N. Hanafi justru mempertanyakan kejelasan konsep superhub yang akan diterapkan BUMN Pelindo tersebut, mengingat berdasarkan cetak biru Sislognas, hub internasional sudah ditetapkan di Kuala Tanjung dan Bitung.”Kalau pemerintah mendukung apa ayng disebut superhub, tentu harus ada revisi dari cetak biru Sislognas tersebut,” ucapnya.
Seperti diketahui bahwa Sislognas telah menyebutkan rencana pembangunan infrastruktur berbasis maritim di seluruh Indonesia. Hal ini mengingat Indonesia memiliki wilayah perairan yang jauh lebih luas ketimbang wilayah daratan.
Erwin kembali mengingatkan bahwa Pelindo itu bukan regulator, melainkan sebagai operator. Oleh sebab itu, perlu ada satu suara dalam memutuskan pembangunan infrastruktur.
Sedang Minta Shipping
Sebagaimana dilansir Oceanweek beberapa waktu lalu bahwa konsep Tanjung Priok sebagai pelabuhan Super Hub (transshipment logistic) masih menunggu regulasi dari kementerian perhubungan. Walaupun pihak Pelindo II mentargetkan pada semester pertama tahun 2017 ini diharapkan sudah dimulai.
Direktur Operasi dan Sistem Informasi PT Pelindo II Prasetyadi menyatakan bahwa super hub ini hanyalah sebuah ungkapakan nama saja atau sebuah istilah saja. Maksudnya konsep super hub itu adalah transshipment port. “Jadi Pelindo II menyiapkan kapal besar kapasitas 10 ribu TEUs. Barang-barang yang selama ini diekspor dari pelabuhan-pelabuhan daerah, dialihkan melalui pelabuhan Priok. Proses dokumennya dilakukan di pelabuhan asal. Artinya sampai Priok barang tinggal dipindahkan ke kapal besar kemudian dilanjutkan ke Negara tujuan,” ujar Prasetyadi.
Mantan Dirut Terminal Petikemas Teluk Lamong ini juga menyatakan, bahwa konsep super hub ini pengapalannya tidak lagi transshipment ke Singapura, namun transhipmentnya di Priok. “Untuk tahap awal 2017 ini rutenya Jakarta – Asia Timur (Jepang). Tapi masih menunggu regulasi dari Kemenhub,” ujarnya lagi.
Prasetyadi juga menceritakan bahwa pihaknya sedang bernegosiasi dengan shipping line yang bersedia memasukkan kapal besarnya ke Priok. “Tapi mereka (shipping-red) juga menanyakan berapa banyak volume barang yang disiapkan di Priok, sehingga jika kapal besar masuk ke Priok barangnya sudah siap,” ungkapnya.
Prasetyadi juga mengungkapkan, dengan konsep super hub (transshipment kargo) ini, pelayaran domestic juga menjadi hidup. Karena angkutan barang dari daerah ke Priok akan semakin besar. “Kedepan, bukan hanya rute Jakarta – Asia Timur saja, tapi juga ke Australia, dan Eropa,” katanya.
Dia pun yakin, dengan konsep ini, biaya logistic menjadi lebih murah. “Pelindo II juga sudah menyiapkan dermaga untuk dapat disandari kapal besar (10 ribu TEUs), karena dermaga ini memiliki kedalaman 14 meter, bahkan nanti menjadi 18 meter,” tutur Prasetyadi. (***)