Sistem aplikasi pelaporan limbah kapal (limbah B3) sampai saat ini masih dalam proses penyelesaian oleh kantor Kesyahbandaran Tanjung Priok.
“Masih proses, karena masih harus dilakukan penggabungan 2 aplikasi yakni punya Pelindo dan Ditlala,” kata Capt. Wisnu Handoko, Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Pelabuhan Tanjung Priok, kepada Ocean Week, Selasa (10/11), di Jakarta.
Tapi, ujarnya, kalau dokumen manual manajemen limbah kapal terpadu dalam Minggu ini selesai. “Insya Allah untuk dokumen manual manajemen limbah kapal terpadu kelar Minggu ini,” jelasnya.
Munif akrab disapa Ujang (pengurus INSA Jaya) juga mengiyakan jika belum lama ini, pihak Syahbandar Tanjung Priok mengundang para pelayaran dan pengelola limbah B3 untuk sosialisasi sistem aplikasi yang sedang dibuat pihak Syahbandar. “Waktu itu hanya sosialisasi mengenai rencana aplikasi sistem limbah B3,” ujar Ujang kepada Ocean Week, di kantor DPC INSA, Senin sore (9/11).
Rosa Vivien Ratnawati, Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pernah mengatakan bahwa para pelaku usaha harus melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan ketentuan, tidak hanya di hulu (penyimpanan, pengurangan, pengangkutan, pengumpulan), namun juga harus peduli terhadap aspek hilirnya berupa pemulihan dan penanggulangan kedaruratan Limbah B3.
“Salah satu tugas berat yang dihadapi adalah pemulihan lahan terkontaminasi pada lahan tak bertuan atau tidak diketahui penanggungjawabnya. Untuk itu, perlu ada sinergi yang bagus antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 noninstitusi,” katanya dalam keterangan persnya beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui bahwa penanganan limbah B3 di pelabuhan Priok mulai menjadi fokus berbagai pihak, setalah kementerian maritim dan kementerian lingkungan hidup meminta pelabuhan tersibuk di indonesia ini menjadi pelabuhan yang berwawasan ramah lingkungan.
Berbagai diskusi dan pertemuan antar institusi terkait membahas limbah pun berulang kali dilakukan.
Sebulan lalu, dirjen Hubla Agus Purnomo, dirjen Gakum KLH, mendampingi Laksamana TNI (purn) Prof. Dr. Marsetio, S.I.P., M.M meninjau RF (reception fasility) di pelabuhan Tanjung Priok.
Usai meninjau lapangan, dan dilakukan dialog di Museum Maritim di Tanjung Priok, Prof. Marsetio minta kepada Kepala Syahbandar Tanjung Priok Capt. Wisnu Handoko berani sesekali untuk tidak memberikan SPB kepada pelayaran jika si pelayaran tak melaporkan data limbahnya saat berada di pelabuhan Priok.
Karena itulah Capt Wisnu terpacu segera membuat sistem agar pelayaran yang berkegiatan di Priok tak melaporkan limbahnya dalam sistem inaportnet 0 (nol).
Sebelumnya, Indonesia National Shipowners Association (INSA) Jakarta mendorong pelabuhan Tanjung Priok bisa menjadi pelabuhan berwawasan ramah lingkungan.
INSA menilai Tanjung Priok masih sulit menuju green port, karena pelabuhan tersibuk di Indonesia ini dari hasil penilaian Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) hingga saat ini, masih rapor Merah.
Barangkali rapor merah tersebut salah satunya disebabkan pelaporan sampah/limbah oleh BUP (Pelindo) tak dilakukan.
Makanya catatan dari kementerian lingkungan hidup (KLH) dari tahun 2018, 2019, dan 2020 untuk pelabuhan Tanjung Priok tetap merah.
“Urusan pelaporan kan ranahnya badan usaha pelabuhan (BUP/Pelindo). Jadi kami (INSA) hanya bisa mendorong supaya pelaporan mengenai limbah/sampah mesti dilakukan dengan benar,” kata Capt. Alimudin, ketua DPC INSA Jaya kepada Ocean Week, di Jakarta.
Alimudin menyatakan jika pelaporan dari BUP tak dilakukan, maka sampai kapanpun rapor merah pelabuhan Tanjung Priok akan terus menempel, sehingga mewujudkan green port Tanjung Priok dipastikannya tak akan tercapai.
Ketua INSA Jaya juga mengungkapkan bahwa kapal sebenarnya sudah dikenai bayaran untuk membuang sampahnya.
Sekertaris DPC INSA Jaya Capt. Supriyanto juga mengemukakan hal serupa. “Kami minta supaya BUP (Pelindo) membuat pelaporan sampah maupun limbah B3 secara tertib, sesuai dengan ketentuan KLH,” ujar Capt. Supriyanto.
Supriyanto mengaku prihatin kalau penanganan sampah di pelabuhan Priok tak dilakukan dengan serius. “Niat menjadikan green port sudah ada, tunggal eksekusinya aja yang perlu dibenahi lagi,” ungkapnya.
Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama Pelabuhan Tanjung Priok Capt Wisnu Handoko, menyatakan sebenarnya penanganan sampah di pelabuhan ini sudah berjalan. Bahkan Wisnu Handoko memperoleh informasi jika penanganan limbah (B3), melibatkan swasta melalui kerjasama dengan BUP Pelindo (Pelindo Cabang Priok).
“Green port menjadi konsen kita. Dan kalau Tanjung Priok masih rapor merah itu kemungkinan hanya soal pelaporan saja yang belum baik,” katanya.
Wisnu mengatakan supaya BUP sebagai operator (Pelindo) melaporkan data sampah/limbah kapal yang diturunkan sampai sampah dibuang ke tujuan akhir.
Mantan direktur Lala Ditjen Hubla ini menegaskan bahwa limbah di kapal wajib dilaporkan. “Limbah diatas kapal dan diturunkan wajib dilaporkan ke Syahbandar, baik itu kapal eksternal, tuh boat, dan kapal yang sedang dock, semua harus lapor. Sebab semua dimonitor Syahbandar,” ungkapnya.
Wisnu juga menyinggung mengenai rencananya membuat save blocking di dalam sistem inaportnet. “Jadi dengan save blocking di dalam sistem Inaportnet, kalau ada yang nggak mengisi akan tidak bisa melanjutkan proses,” katanya lagi.
“Dalam inaportnet ada sistem port waste management system’ dimana setiap kapal wajib melaporkan jenis dan jumlah sampah apa saja yang akan diturunkan,” ucapnya.
Dia menyayangkan bahwa selama tiga tahunan hanya ada 135 kapal yang melaporkan sampahnya. Padahal setiap tahun sekitar 16 ribu kapal berkegiatan di pelabuhan ini.
Sekali lagi Capt. Wisnu minta supaya pelaporan sampah/limbah benar-benar dilakukan dengan baik.
“Kita akan terus memantau masalah ini bersama kantor OP Priok,” ujarnya. (**)