Kebutuhan akan kontainer reefer untuk pelabuhan Trikora Siasio, Kota Tidore Kepulauan sebagai penunjang tol laut semakin besar. Sekitar 7 kontainer reefer diperlukan untuk memenuhi kebutuhan mengangkut komoditi dari wilayah ini, padahal Kemenhub (Ditjen Hubla) baru menyiapkan 4 kontainer reefer berukuran 20 feet.
Direktur Lala Ditjen Perhubungan Laut Capt. Wisnu Handoko kepada Ocean Week, di Jakarta, Kamis (2/4) mengungkapkan hal itu. “Siasio, Kota Tidore Kepulauan minta 7 kontainer reefer, kami (Hubla) baru bisa kasih 4 unit kontainer reefer,” katanya optimis bahwa program tol laut memberi manfaat bagi masyarakat di daerah.
Capt. Wisnu juga bercerita ada 18 rute tol laut yang sudah berjalan untuk tahun 2019 ini. “Cuma masalahnya, ada pelabuhan-pelabuhan yang belum menyesuaikan kesiapannya dengan tol laut. Peralatan crane-nya nggak ada, sehingga kapal tol laut bermuatan petikemas sulit membongkar di pelabuhan. Hal itu akhirnya menjadi salah satu penyebab biaya tinggi,” ungkapnya.
Mestinya, pelabuhan seperti Ambon, Sorong, Timika, Merauke bisa dimasuki kapal berkapasitas angkut 2.000 TEUs. “Ini pelabuhan kan masih hanya masuk kapal 300 TEUs, akhirnya cost mahal. Kalau kapal yang masuk dengan angkutan banyak, pasti lebih efisien, dan murah,” ujarnya lagi.

Seperti diketahui, bahwa akhir bulan Maret lalu, KM. Logistik Nusantara II yang dioperatori PT Pelni tiba di Pelabuhan Trikora, Soasio, Kota Tidore Kepulauan, sebelum melanjutkan pelayarannya ke Daruba, Kabupaten Pulau Morotai, dan kemudian menuju Surabaya.
Kapal tersebut juga membawa 4 (empat) unit peti kemas reefer berukuran 20 feet. “Selama ini kami memerlukan kapal dengan peti kemas sistem pendingin tertutup agar kondisi ikan-ikan yang kami muat untuk dijual tetap segar terlebih lagi dengan tol laut harga sewa kapal dan reefer containernya juga murah,” kata Jawiyah, salah seorang pengusaha ikan di pelabuhan Trikora Tidore, menyambut baik adanya reefer container itu..
Jawiyah menyatakan kedatangan KM. Logistik Nusantara II dengan membawa reefer container ini merupakan bukti bahwa Pemerintah memperhatikan kepentingan para pengusaha kecil di bidang usaha perikanan.
Sementara itu, Erwin, pengusaha ikan lainnya, mengaku bahwa kedatangan kapal memberikan secercah harapan untuk para pengusaha karena tempat penampungan ikan di Kota Tidore sudah melebihi kapasitas.
“Namun saya bersyukur karena selama ini, stock Container Reefer di Tidore masih minim sehingga kedatangan kapal dengan reefer container sangat membantu apalagi ikan-ikannya akan dipasarkan di Pulau Jawa,” ungkapnya.
Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Sia Sio, Rosihan Gamtjim, menyatakan sekarang ini sudah mulai ada peningkatan permintaan pengangkutan ikan dengan Reefer container dari pelabuhan Sia Sio.
“Itu juga perlu diantisipasi dengan sedikitnya 5 unit reefer container di sini. Selain itu plug charger untuk tenaga listrik reefer kontainer juga harus dimiliki pelabuhan Sia Sio,” ujarnya.
Capt. Wisnu Handoko mengemukakan bahwa salah satu target program Tol Laut 2019 adalah meningkatnya muatan balik.
“Saat ini ada kapal Tol Laut Angkutan Barang yang memasuki pelabuhan Tidore yaitu KM Logistik Nusantara II yang dioperasikan oleh PT. Pelni. Selain itu pada koridor Halmahera Utara didukung dengan satu unit kapal kontainer feeder Kendhaga Nusantara,” kata Capt. Wisnu.
Dia menegaskan, Ditjen Perhubungan Laut akan terus mendukung Pemerintah Daerah Tidore dengan menyediakan Reefer container yang cukup, baik dari pihak swasta maupun mengoptimalisasi reefer container yang dimiliki oleh Ditjen Perhubungan Laut.
Untuk diketahui, sejak ada kapal tol laut, ongkos kirim hasil pertanian dari Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) ke Makassar turun drastis, dari tadinya Rp 14 juta menjadi Rp 6 juta.
Kapal to laut pada rute tersebut sudah mulai berfungsi dari bulan Maret lalu dengan rute Muna-Selayar-Makassar, dengan waktu tempuh 18 jam.
Salah seorang pengusaha jagung kuning, La Ode Umar mengungkapkan, bahwa dirinya mulai merintis bisnisnya sejak 2015, saat itu masih terkendala biaya pengiriman yang mencapai Rp 14,8 juta per satu kontainer.
“Sekarang untuk kirim ke Makassar hanya mengeluarkan Rp 6 juta untuk satu kontainer, jadi harga beli saya ke petani juga bisa saya naikkan, saya sesuaikan dengan ongkos kirim,” ungkap La Ode.
Wakil Bupati Muna, Malik Ditu belum lama ini telah melepas pengapalan perdana sebanyak 3 kontainer muat jagung asal kecamatan Kebangka Kabupaten Muna lewat Pelabuhan Nusantara menuju Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). “Dengan tol laut ini, tentu petani akan semakin terbantu untuk akses transportasinya, biayanya juga lebih murah,” kata Malik.
Sebagai informasi, Pemerintah akan terus mengoptimalkan layanan kapal tol laut yang sudah dimiliki Hubla sebanyak 156 unit. Kapal-kapal itu akan melayari 19 rute tol laut pada tahun 2019 ini. (rs/ow/***)