Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI) menegaskan ‘haram’ jika ada siapapun yang mencoba meyarankan merevisi azas cabotage, karena hal itu dapat dan akan menikam kepentingan negara dan negeri ini kesejahteraan masyarakat dari sektor maritim niaga.
“Kami tegaskan bahwa jalan pikir IKPPNI sudah jelas yang menyangkut UU Pelayaran, substansinya sudah sangat baik untuk mendukung kedaulatan maritim NKRI. Dan untuk Azas Cabotage tentunya haram dan sama sekali tidak ada alasan bagi IKPPNI untuk menyarankan direvisi, jika ada yang coba-coba mengotak atik Azas cabotage pasti akan berhadapan dengan kami (IKPPNI),” kata Capt.Dwiyono Soeyono, Ketua Umum IKPPNI kepada Ocean Week, Selasa pagi.
Ungkapan Dwiyono tersebut sekaligus menangkal adanya isu maupun berita yang menyatakan adanya rencana merevisi UU Pelayaran, terkhusus Azas cabotage.
“Jadi adanya Oknum di negeri ini siapapun yang berupaya mengutak-atik pasal yang sensitif dan krusial bagi kedaulatan maritim NKRI (Azas cabotage) dan dapat berdampak sangat merugikan Merah Putih, tidak ada celah untuk mengkaitkan dengan Petisi IKPPNI 28082018. Karena apapun yang kami suarakan dari komunitas tenaga ahli maritim adalah sepenuhnya memiliki keberpihakan untuk mengembalikan dan memulihkan tegaknya kedaulatan maritim niaga di negara Merah Putih tanpa kompromi,” katanya lagi.
Selain itu, ujar Dwiyono, Azas cabotage memberi ketenangan berusaha yang kondusif bagi para pelaku pemutar ekonomi dari sector maritim niaga.
Dia juga menyatakan sebenarnya sudah satu tahun lebih Petisi IKPPNI 28082018 yang sempat dilayangkan DPR RI sebagai masukan bagi Kementerian Perhubungan (Penyelenggara Negara, Abdi Negara dan Pelayan Masyarakat) untuk lebih memperhatikan perbaikan kondisi tatakelola keselamatan pelayaran niaga.
“Namun apa daya dan kuasa masyarakat, upaya masukan-masukan positif tersebut sampai saat ini belum juga mendapat tanggapan,” ucapnya prihatin.
Dwiyono mengungkapkan bahwa salah satu isi petisi IKPPNI adalah menyarankan agar dalam pelaksanaan tata-kelola keselamatan pelayaran niaga, dilakukukan revisi Undang-undang terutama terkait PELAYARAN (NIAGA) yang dinilainya tumpang tindih dan terjadi benturan isi substansi pasal-pasal yang sama diantara Undang-undang tersebut dikaji dan diperbaiki.
“Hal itu agar tidak membingungkan pemangku kepentingan industri, salah satunya pengusaha perkapalan dan para praktisi pelayaran niaga,” ungkapnya.
Dia memberi contoh, Undang-Undang yang terkait dengan keberadaan KPLP dan BAKAMLA, dan substansi-substansi UU lainnya yang perlu dilakukan kajian-kajian bersama.

Namun sekali lagi, jika menyangkut revisi azas cabotage ‘haram’ bagi IKPPNI untuk mereka yang mencoba mengubahnya.
Untuk diketahui, pada tanggal 28 Agustus 2018 lalu, IKPPNI sempat melayangkan suara masyarakat maritim ke Gedung DPR dan diterima oleh Komisi-V.
Sementar itu, Muchsin Mansyur, Wakil Ketua IKPPNI menyatakan, azas cabotage merupakan bentuk kedaulatan negara. Kebijakan terkait maritim Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah harus mengedepankan kebijakan asas cabotage.
“Kebijakan asas cabotage merupakan bentuk kedaulatan negara dan mandatory atau bersifat wajib untuk negara dan harus dipertahankan demi kepentingan nasional,” katanya.
DPP INSA pun senada dengan IKPPNI. Kata Carmelita Hartoto, ketua umum INSA maupun Budhi Halim, Sekertaris Umum, bahwa Azas cabotage itu kedaulatan negara. Jadi Azas cabotage itu untuk NKRI. (***)