Bisnis pelayaran saat ini sedang lesu akibat krisis ekonomi global yang berkepanjangan. Semua tokoh pelayaran pun tak ada yang tahu sampai kapan keadaan kembali normal. Pasar muatan juga turun drastis, meski harga kapal sekarang sedang murah, tetapi pebisnis shipping line jangan terjebak dengan situasi tersebut. “Kalau tak ada kontrak muatan, jangan beli-beli kapal, meski harga kapal sedang turun,” kata Direktur Utama PT Gurita Lintas Samudera Sunarto kepada Ocean Week di Kantornya.
Menurut Penasihat DPP INSA itu, sekarang ini mayoritas usaha pelayaran hanya wait and see. Tetapi, walau kondisinya kurang menggairahkan, usaha pelayaran tak perlu panik. “Pasti ada saatnya ekonomi normal lagi, dan pelayaran bangkit kembali,” ujarnya.
Sunarto juga membenarkan istilah yang dilontarkan Dirut PT Arpeni Oentoro Surya bahwa pelayaran sedang ‘jeblok’. “Saya juga pernah mengalami masa krisis. Tapi, karena ketekunan, kerja keras, komitmen, membangun kepercayaan kepada mitra, serta berdo’a, alhamdulillah situasi kritis itu dapat terlewati,” ucap Sunarto mengenang kejadian tahun 2008 ketika badai krisis menerpa perusahaannya.
Waktu itu, kenangnya, pada tahun 2008, perseroan membeli satu kapal seharga US$ 36 juta. “Begitu kapal dibeli, saat itu juga kapal itu dicharter dengan harga per hari US$ 36 ribu untuk rute Oman – Kuwait,” tuturnya.
Tetapi, baru dua bulan jalan, badai krisis menerjang, dan berpengaruh terhadap harga sewa kapal. “Dari US$ 36 ribu jadi US$ 5 ribu per hari. Karena itu, kapal kita tarik untuk dioperasikan di Indonesia, mengangkut batubara Banjarmasin – Suralaya,” ungkapnya.
Sunarto bercerita bahwa waktu itu, bisnisnya benar-benar sedang diuji oleh Sang Kuasa. Sebab, belum genap satu tahun menikmati memiliki kapal dengan harga termahal waktu itu, krisis ekonomi datang. Namun, hal itu bukan berarti Sunarto menciut, justru tahun 2008 itu juga, perseroan membeli lagi dua kapal hanya dengan harga US$ 11 juta. “Jadi kalau dihitung, tiga kapal hanya sekitar US$ 47 juta, artinya per kapal kita hitung harganya sekitar US$ 16 juta. Tapi, karena krisis, saya pun nggak tahu harus bagaimana. Padahal, untuk beli kapal itu, dananya dapat dari kredit bank. Argo kan jalan terus,” katanya sedih.
Pada waktu tipis harapan dalam kebingungan, tepatnya Februari 2009, ada secercah harapan menghampiri. Sebuah perusahaan bonafit berniat mengontrak kapalnya, sekaligus dua unit. “Alhamdulillah sampai sekarang dua kapal itu masih melayani angkutan barangnya,” ujar Sunarto.
Tentunya, semua itu tak terlepas dari doa, rasa syukur, kerja keras, dan membangun kepercayaan. “Makanya saya pesan agar bisa menjaga langganan, jaga komitmet dengan bank, jaga service, serta jangan lupa berdoa dan bersyukur terhadap apa yang telah diperolehnya,” tutur Sunarto mengakhiri ceritanya.
Data yang diperoleh Ocean Week menyebutkan bahwa PT Gurita Lintas Samudera mengoperasikan kapal milik sejumlah 15 tug & barge, 9 kapal besar, satu unit kapal semen, dan 5 kapal yang sudah berumur. (ow)