Dwelling time di pelabuhan masih terus menjadi bahan pembicaraan. Dan benarkah di 4 pelabuhan utama sudah mulai membaik dibandingkan sebelumnya. Menhub Budi Karya Sumadi mengklaim di Pelabuhan Makasar, dwelling time pada Agustus 2016 adalah 4,69 hari. Namun pada Oktober 2016, dwelling time di pelabuhan tersebut menjadi 2,95 hari. Untuk Pelabuhan Tanjung Priok, pada Oktober 2016, dwelling time turun menjadi 3,29 hari.
Namun capaian dwelling time itu banyak diragukan kalangan usaha kepelabuhanan, karena saat ini kegiatan ekspor impor sedang sepi. Jika kondisi perekonomian kembali normal, sanggupkah dwelling time yang sudah turun itu dapat dipertahankan.
Salah satu ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta H. Kadar menengarai dan menuding bahwa sebenarnya pihak perusahaan pelayaran memberi andil cukup besar dalam dwelling time ini melalui pengurusan dokumen delivery order (DO). “Mekanisme pengurusan DO di pelayaran cukup makan waktu, bahkan terkadang bisa dua hari,” katanya kepada Ocean Week di Kantor ALFI Jakarta.
Menurut Kadar, DO itu baru bisa diurus setelah kapal sandar diterminal. “Meski sebelumnya kapal sudah ada, tetap saja pelayaran nggak mau menerima, padahal urusan ke bea cukai, karantina sudah selesai,” ujarnya.
Dalam praktiknya, ungkap Kadar mencontohkan, perusahaan jasa forwarder misalnya ditunjuk mengurus container yang dimuat di salah satu kapal, dokumen manifest umumnya sudah diterima jauh hari, namun ketika forwarder tadi ke pelayaran untuk tebus DO kalau kapal belum sandar tidak akan dilayani.
“Begitu kapal sandar, kemudian forwarder ke perusahaan pelayaran bersangkutan, pertama mereka (pelayaran-red) akan menghitung lebih dulu berapa besaran biayanya, kemudian setelah diketahui nilai besarannya barulah dibayar ke bank, lalu setelah itu bank yang akan memberitahu kepada perusahaan pelayaran tadi kalau DO sudah dibayar. Itu kalau urusan lancar, tapi jika kapal sandar sudah jam tiga sore misalnya, ketika mau urus DO ke pelayaran, mereka sudah tutup, apalagi jika jarak antara perusahaan forwarder dengan perusahaan pel ayaran jauh, pasti baru keesokan harinya bisa diurus,” ungkapnya panjang lebar.
Hari berikutnya, tutur Kadar, belum tentu rampung, sebab bank juga punya andil. Kalau bank cepat menginformasikan kepada pelayaran bahwa DO sudah dibayar akan cepat, tapi jika bank lambat karena banyaknya DO yang dibayar kemudian lupa memberitahu, urusannya bisa molor. “Makanya ini yang perlu mendapat perhatian, bagaimana caranya pelayaran memberi kemudahan, jangan malah menghambat, Menhub (Budi Karya Sumadi-red) mesti tahu masalah ini jika dwelling time ingin cepat,” kata Kadar.
Dia juga menceritakan, kalau operator terminal sangat cepat bongkar muatnya, karena setiap kapal yang sandar langsung dibongkar muat kontainernya, meski dokumennya belum selesai. Sebab kontainernya juga tidak dapat dibawa keluar, hanya ditumpuk dulu di lapangan penumpukan (CY). “Kontainer baru dapat dikeluarkan kalau sudah ada SPPB (surat perintah pengeliuaran barang dari Bea Cukai dan terminal,” ujar Kadar. (***)