Kekhawatiran kalangan pebisnis dalam negeri mengenai isu kenaikan tarif (biaya) angkut barang (petikemas) rute domestik ke sejumlah daerah dinilai berlebihan, sebab beberapa pelayaran besar yang dihubungi menyatakan belum ada rencana menaikkan tarif di 2022.
Hal itu pun ditegaskan Ketua INSA Surabaya Steven Hendry Lesawengen kepada Ocean Week, per telpon Kamis (30/12) pagi. Bahkan, Steven mengaku isu tersebut sudah diklarifikasi juga kepada Menteri Perdagangan RI Muhamad Lutfi, dan Kementerian Perhubungan baru-baru ini.
“Kami sudah infokan ke kedua kementerian (Perdagangan dan Perhubungan) mengenai bagaimana kelangkaan kontainer yang di domestik yang sebenarnya tidak pernah ada karena sangat cukup, dan space kapal pun cukup tersedia, bukan seperti yang dialami untuk kelangkaan kontainer pada internasional,” kata Steven panjang lebar.
Mengenai kekhawatiran sebagian kalangan bisnis jika perusahaan pelayaran domestik memberlakukan sistem floating booking space (istilah ini tidak dikenal dalam dunia pelayaran, diperkenalkan oleh ketua umum ALFI), khusus untuk pengiriman kontainer mulai Januari 2022, yang berpotensi meningkatkan tarif angkutan kontainer karena tak ada jaminan space untuk kontainer, seperti yang diungkapkan ketua ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi, beberapa pelayaran domestik pun menyatakan bahwa space masih mencukupi.
Justru menurut Ketua INSA Surabaya, untuk mengantisipasi pertumbuhan kargo pada tahun 2022, pelayaran nasional akan menambah space kapal 10 ribu TEUs. “Jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan, lagi pula selama ini LOAD FACTOE kapal2 kami hanya tercapai 80 persen, itupun terjadi saat peak season (idul Fitri, natal dan tahun baru), dan kontainer juga sangat tersedia. Kalau pada saat itu ada kenaikan biaya saya rasa masih wajar, namun bukan tarif permanen lho,” ujar Steven.
Untuk diketahui berdasarkan data menyebutkan throughput petikemas tahun 2019 dari pelabuhan Jakarta tercatat 2.063.995 TEUs, dari pelabuhan di Surabaya 2.219.492 TEUs. Sedangkan tahun 2020 dari pelabuhan Jakarta hanya tercapai 1.946.051 TEUs, dan di Surabaya 2.103.952 TEUs. Jadi arus kontainer di waktu ini minus 6% (Jakarta) dan minus 5% (Surabaya).
Namun dari di tahun 2021 justru tumbuh signifikan. Throughput di pelabuhan Jakarta tercapai 2.207.191 TEUs (naik 13% dibandingkan 2021), dan di Surabaya tercatat 2.239.143 TEUs (naik 6%).
Steven juga mengatakan untuk space kapal, masih mencukupi, tidak ada gejolak. Hanya saja, karena banyak pabrik kontrak dengan EMKL (Forwarder) bukan dengan pelayaran langsung, sehingga pelayaran susah untuk kontrol.
“Kalau pelayaran sementara ini lancar-lancar saja, space cukup. Tapi tidak seperti dulu over supply. Saat ini masih cukup aman,” ucapnya.
Sekali lagi, kalau cargo kontrak setiap akhir tahun selalu direvisi penyesuaian. “Bukan ada Kenaikan yang signifikan. Mungkin EMKL (Forwarder) ke pabrik kami nggak ikut monitor sampai disana. Karena mereka hitung door to door”.
Sedangkan Hans, GM pelayaran Meratus menyatakan sampai saat ini untuk per Januari 2022, pihaknya belum ada rencana untuk kenaikan ongkos angkut tersebut.
Hans mengaku belum familiar dengan istilah floating booking space. Dia justru balik bertanya, saat ditanyai mengenai itu. “Kami di pelayaran domestik baru tau ada istilah itu (floating booking space),” ujarnya.
Sebelumnya Ketua Umum ALFI Yukki N. Hanafi berpendapat bahwa sistem floating booking space akan berpotensi naiknya tarif angkutan kontainer.
“Isunya kontainer tersedia tetapi ruang (space) di kapal tidak ada,” kata Yukki.
Menurut Yukki, hal itu akan berdampak pada sistem booking yang dilakukan secara langsung ke Pelayaran maupun melalui anggota ALFI.
Kata Yukki, sebenarnya kenaikan harga kontainer sudah terjadi dalam 5 bulan terakhir, terutama tujuan pengiriman ke kota-kota besar di wilayah Timur.
“Kenaikkan harga sebetulnya sudah terjadi terutama pada tujuan atau dari kota-kota besar di wilayah Timur seperti Makasar dalam 5 bulan terakhir ini,” ungkapnya.
Bahkan kenaikannya mencapai 20-80 persen untuk Indonesia Timur dan 30-60 persen untuk Pelabuhan Belawan Sumatera Utara.
“Sesuai perkiraan ALFI kondisi ini akan terjadi sampai dengan pertengahan tahun 2022,” ucapnya.
Oleh karena itu, para pemilik barang maupun perusahaan anggota ALFI akan menunggu transparansi kenaikkan ini dari perusahaan pelayaran. Sebab, pihaknya sudah menginformasikan kepada ketua umum daerah ALFI di 34 provinsi terkait persoalan penerapan Sistem booking space ini.
Saat ini, kata Yukki, beberapa perusahaan yang memproduksi makanan dan minuman telah menyatakan akan menaikkan harga barangnya, dampak dari naiknya tarif pengiriman kontainer.
Di tempat terpisah, pengamat kemaritiman dari ITS Surabaya RO Saut Gurning mengatakan, sistem booking space umumnya diterapkan untuk pelayaran luar negeri. Akibat krisis kontainer dunia sejak Juni 2020, dimana sejak itu eksportir Indonesia kesulitan memperoleh kontainer.
Kemungkinan lainnya, terkait pelayaran lanjutan atau satu proses dengan angkutan ekspor atau impor barang dari dan ke Indonesia yang masih dikendalikan MLO (Main Line Operator).
“Untuk pelayaran antar pulau di dalam negeri, di tengah lemahnya permintaan, saya kira pola tersebut tidak diterapkan secara dominan,” katanya.
Namun Saut mengakui adanya fenomena kenaikan freight di akhir dan awal tahun ini sifatnya seasonal. Arus barang (demand) di akhir tahun biasanya cenderung meningkat karena trader meningkatkan stok guna mengantisipasi disrupsi akibat varian baru C19-Omicron, Nataru, dan bulan Ramadhan.
Kemungkinan lainnya, lanjut Saut, “book space” tersebut terkait pelayaran lanjutan atau satu proses dengan angkutan ekspor atau impor barang dari dan ke Indonesia yang masih dikendalikan MLO (Main Line Operator). (***)
floating booking space, ? seperti ada kecenderungan pada poisis yang tdak pasti atau mengarah ke-tidak pastian….hehehe mungkin menjadi istilah baru di dunia maritim….