Pelabuhan Patimban di Subang Jawa Barat selalu menarik perhatian kalangan usaha kepelabuhanan.
Bukan karena letaknya yang strategis, tapi juga karena promosinya yang cukup gencar, baik dari pemerintah maupun dunia usaha sendiri.
Kalau kata Yukki Nugrahawan Hanafi, Ketua DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Pelabuhan Patimban tersebut disiapkan untuk menjadi pelabuhan pertama di Indonesia yang mengintergrasikan seluruh mata rantai pasok sekaligus menjadi Pelabuhan baru bersekala international.
“Patimban diharapkan dapat menjadi bagian dari pelayanan logistik dan transportasi di Indonesia yang dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat secara umum serta memberikan multiplyer effect, yang dapat dinikmati oleh masyarakat,” kata Yukki kepada Ocean Week, Jumat pagi (8/1/2021).
Menurut dia, lokasi Patimban yang lebih dekat pada sentra industry di propinsi Jawa Barat diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada efisien biaya logistik para pelaku industri.
Menanggapi pernyataan Menhub Budi Karya Sumadi jika pelabuhan Patimban dan Priok bisa mengalahkan Shanghai China dan Singapura, pengamat kemaritiman dari ITS Surabaya Raja Oloan Saut Gurning menuturkan kalau perbandingannya tidaklah demikian. Baik dari kuantitas dan pola bisnis berbeda. “Tahun lalu saja Shanghai diperkirakan menangani 43-44 Juta TEUs dengan pertumbuhan 4.4 persen per tahun (Llyod List 2021). Sementara Singapura tahun lalu diperkirakan menangani sekitar 37 Juta TEUs dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sekitar 8.7 persen,” ujarnya menjawab Ocean Week, melalui teleponnya, Jumat pagi (8/1/2021).
Pada tahun 2020 misalnya, diperkirakan Priok melayani sekitar 7.9-8.0 Juta TEUs yang membuat Priok selalu menempati posisi ke 22-25 dari 100 pelabuhan besar dunia khususnya untuk kargo kontainer oleh Lloyd List dalam empat tahun belakangan ini (2016-2020) dengan pertumbuhan 10-12 persen per tahun.
“Jadi kalau pun dibandingkan sepertinya tidak bisa juga melampaui walau tentu akumulasi Priok dan Patimban dengan asumsi kapasitas saja. Masih jauh saya kira. Hal ini disebabkan pola layanan yang berbeda. Shanghai memiliki kekuatan sebagai gate-port (kekuatan hinterland), kekuatan platform logistik serta komersial. Dan juga sudah barang tentu layanan transhipment nya yang menjadi pembangkit trafiknya yang kuat. Termasuk Singapura dengan modal besar yang sama yaitu jasa transhipment dan jasa logistik yang mengeksplorasi berbagai potensi kargo di sekitarnya khususnya di Asia Tenggara dan Asia Selatan termasuk Australia dan Selandia Baru,” jelas Saut Gurning.
Sementara Indonesia khususnya Priok, kata Saut, masih kuat dengan potensi hinterland dan foreland domestik saja.
“Dan saya kira untuk menjadikan layanan transhipment di Indonesia khususnya di Priok ataupun Patimban di masa mendatang adalah hal yang bisa saja dilakukan. Namun menurut saya yang terpenting adalah bagaimana mengurangi ketergantungan layanan transit tersebut dengan menyediakan layanan direct-call yang langsung dari dan ke pelabuhan Priok (dan Patimban) ke berbagai potensi pasar di Asia khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara serta Asia Selatan,” ungkapnya.
Caranya, kata Saut, lewat kemampuan konsolidasi kargo/kontainer termasuk layanan logistiknya di hinterland-foreland, fasilitas pelabuhan yang mampu menangani kapal berdimensi besar di atas 5000 TEUs dengan kedalaman kolam dan alur di atas 15 meter yang disertai dengan kecukupan panjang dermaga untuk kapal berdimensi besar itu. Dan juga kinerja layanan operasional BSH atau BCH yang komparabel dengan dengan kinerja regional dengan layanan peralatan bongkar-muat yang multi-lift dan tingkat ketersediaan yang tinggi,” tutur Saut panjang lebar.
Sementara untuk Patimban, menurut perkiraan Saut Gurning bahwa potensinya memang cukup besar. Karena posisinya yang cukup berada di tengah di Jawa khususnya Jawa Barat dan Jakarta yang menjadi sumber hinterland utamanya di samping juga mungkin Jawa Tengah.
Hal pertama yang perlu menjadi perhatian utama, tegas dosen ITS Surabaya ini adalah jaminan trafik kargo dan kapal dari Patimban. Di samping kargo kendaraan (CKD/FBU), alat berat dan suku cadangnya yang bisa terkontainerisasi, kemungkinan produk kertas, tekstil, elektronika, bahan kimia serta berbagai produk pendingin seperti bahan pangan (hortikultura) dan perikanan dapat dieksplorasi via Patimban.
Kata Saut Gurning, secara bertahap jika potensi kargo dapat dieksplorasi dengan baik maka potensi aksesibilitas baik darat (akses langsung dari arah Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah) termasuk kedalaman perairan yang lebih baik perlu menjadi perhatian penting selanjutnya. Khususnya untuk mengakomodasi berbagai trafik kapal berdimensi lebih besar datang dan dilayani di Patimban khususnya untuk orientasi perdagangan internasional.
“Dengan struktur konsorsium saat ini apalagi dengan (potensi) minat pemerintah dan pelaku usaha Jepang saya kira berpotensi untuk mengeksplorasi potensi Patimban menjadi Pelabuhan yang lebih terbuka baik dalam pengelolaannya termasuk potensi kolaborasi eksplorasi layanan logistik kargo sekaligus berbagai fasilitas infrastruktur dan jasa kontainerisasi yang komparabel,” katanya.
Bisa Kalahkan Singapura
Sebelumnya, pada acara public expose Pelabuhan Patimban, Kamis kemarin (7/1), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan Pelabuhan Internasional Patimban di Subang, Jawa Barat, bisa mengalahkan pelabuhan di Shanghai, China, dan Singapura.
Apalagi, kalau Patimban bisa bersinergi dengan Pelabuhan Tanjung Priok, di Jakarta Utara, dalam sektor jasa pengiriman.
“Saya yakin dengan dibangunnya Patimban dan bersinergi dengan pelabuhan Tanjung Priok dapat menyamai bahkan mungkin mengalahkan Shanghai dan Singapura,” kata Menhub Budi Karya.
Pernyataan Menhub Budi Karya tersebut menggelitik pengamat kemaritiman dari Pelayaran PT Samudera Indonesia Asmari Heri Prayitno.
Kepada Ocean Week, pengurus Kadin Indonesia ini mengatakan, bahwa tidaklah perlu membandingkan pelabuhan di Indonesia dengan Singapura maupun China.
“Sudahlah nggak perlu itu, semua juga tau. Nanti malah banyak dicibir,” ujarnya, Jumat pagi (8/1/2021) melalui teleponnya.
Menurut Asmari, Shanghai itu banyak terminal/pelabuhan, ada yang masuk sungai di kota Shanghainya (Pudong dan lainnya) dan ada juga yang baru namanya Yantian.
“Kalau ditotal throughputnya sekitar 40-an juta TEUs atau kira-kira 6-7 kali dari total throughput export import (Exim) seluruh Indonesia. Sedangkan Singapore, focus mereka adalah transhipment hub international dengan total throughputnya sekitar 36 juta TEUs atau sekitar 5-6 kali thruput nya total exim Indonesia. Terus apanya yang mau dibandingkan?,” Ungkap Asmari balik bertanya.
Direktur pelayaran Samudera Shipping ini menyatakan, sebetulnya buat Tanjung Priok dan Patimban (jika selesai nanti pembangunannya), focus nya bagaimana terus bisa membuat investor bergairah untuk terus berinvestasi di Indonesia agar throughput volume kegiatan exportnya meningkat secara konsisten buat Indonesia.
“Sebetulnya yang paling krusial bukan pelabuhan nya tapi produksi volume muatan exim-nya, mampu nggak,” ucapnya lagi.
Ditanya apakah pernyataan Menhub yang mengatakan Patimban dan Priok bisa mengalahkan Shanghai maupun Singapura, Asmari hanya ‘nyinyir’ saja.
Promosikan Patimban
Seperti diketahui, dalam publix expose pelabuhan Patimban, Menhub Budi mengungkapkan, Pelabuhan Patimban mampu melayani dan menyediakan peti kemas dengan total kapasitas mencapai 7,5 juta TEUs.
Patimban nantinya dapat melayani pengiriman barang seperti peti kemas, kendaraan bermotor, manufaktur, dan komoditas lainnya untuk diangkut kapal-kapal besar dan dikirim ke berbagai kota di dunia.
“Pembangunan Pelabuhan Internasional Patimban secara keseluruhan diprediksi akan selesai pada 2027 mendatang,” katanya.
Pada kesempatan itu, General Manager Pelabuhan Patimban Sandy Syahrial Alam mengatakan akan rencana jangka pendek dalam mengelola pelabuhan mega proyek di Subang, Jawa Barat itu.
Menurut Sandy rencananya akan melakukan dua usaha, yakni melakukan promosi ke berbagai pengguna pelabuhan dan membuat prosedur standar.
“Dalam waktu dekat kita akan melakukan promosi datang ke car maker, bicara car industri ini industri yang sempit, makanya ini lebih eksklusif, dekati car maker dan car carrier,” ungkapnya.
Selain itu, kata Sandy, perlu merumuskan prosedur standar dan menyelesaikannya guna meningkatkan reputasi pelabuhan. “Prosedur tersebut akan menjadi acuan bagi pengguna jasa pelabuhan,” ujarnya.
Sandy menyebutkan, salah satu tantangan dalam industri pelabuhan adalah adanya ekspektasi dari pengguna yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Contohnya, ketika saat ini pelabuhan dapat menggunakan gerbang otomatis menggunakan metode optical character recognition (OCR). Kemudian pelaku usaha sudah melihat di luar negeri ada yang tanpa gerbang bisa langsung masuk pelabuhan pasti minta diberlakukan pula teknologi tersebut.
“Sudah setiap tahun ekspektasi dari pengguna selalu meningkat, yang hari ini kami bicara gate automation yang dengan OCR putus-putus, besok dia lihat di luar negeri bisa pass through kecepatan 10 Km per jam, itu dia minta. Jadi ekspektasi selalu meningkat di sini,” katanya.
Asmari Heri juga mempertanyakan apakah saat ini akses jalan utama dari dan ke pelabuhan Patimban sudah menyambung hingga bibir dermaga.
Untuk akses jalan, Ocean Week yang pada akhir tahun lalu menyempatkan melihat langsung ke Patimban, memang sudah rampung sekitar 8,5 kilo meter, namun sisanya sekitar 3 kilo meter masih dikerjakan oleh kontraktor dari perusahaan BUMN.
Tetapi, dalam public expose pelabuhan Patimban, Dirjen Perhubungan Laut Agus Purnomo menyatakan, dengan akses yang ada sekarang, menuju Patimban dari beberapa kota besar yang mengelilinginya tidak butuh waktu hingga dua jam. Untuk truk kontainer kemungkinan paling lama hanya tiga jam.
“Kalau dari Jakarta, Bandung, atau Cirebon, ke Pelabuhan Patimban hanya dicapai kurang dari dua jam, tentu kalau truk besar kargo bisa sekitar 3 jam lah. Pelabuhan ini lokasinya di tengah Jakarta, Cirebon, dan Bandung, ini triangle strategis,” ucap Agus.
Tol ke Patimban
Sedangkan Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hedy Rahadian mengatakan, pemerintah akan membangun jalan tol dari Cikopo Palimanan (Cipali) menuju Pelabuhan Patimban.
“Pembangunan jalan tol ini untuk mempermudah akses menuju pelabuhan internasional tersebut. Nantinya pintu masuk menuju pelabuhan Patimban melalui ruas tol anyar ini berada di KM 89 di Cipali,” katanya.
Menurut Hedy, ruas tol tersebut memiliki panjang lintasan hingga 37,05 km dengan nilai investasi sekitar Rp 7 triliun, yang ditargetkan selesai pembangunannya 2024.
Untuk tarif awal operasional dipatok sebesar Rp 1.700 per km. Sedangkan total kecepatan rata-rata kendaraan maksimal 100 km per jam.
Pembangunan jalan tol ini sendiri akan diprakarsai konsorsium yang terdiri dari badan usaha jalan tol swasta dan BUMN.
Diantaranya PT jasa marga dengan komposisi 55 persen, PT Surya Semesta Internusa dengan komposisi 25 persen, PT Daya Mulia Turangga dengan komposisi 10 persen, dan PT Jasa Sarana dengan komposisi sebesar 10 persen.
Pada waktu yang sama, Pemerintah Jepang menagih janji Presiden Joko Widodo membentuk operator bersama pelabuhan Patimban setelah terpilihnya Konsorsium CTCorp sebagai operator Pelabuhan Patimban versi Indonesia.
Minister of Economic Affairs of the Embassy of Japan Tadayuki Miyashita menuturkan Pelabuhan Patimban telah menjadi proyek simbolis hubungan kerja sama pemerintah Indonesia dan Jepang. “Pembangunan ini akan memberikan kontribusi besar bagi Indonesia termasuk upaya mempromosikan ekspor, menciptakan iklim investasi yang baik, hingga pengalihan teknologi dan pengembangan SDM,” katanya. (**)