Masyarakat pengguna jasa penyeberangan Merak-Bakauheni menyambut baik beroperasinya dermaga eksekutif di pelabuhan Merak sejak 15 November 2018 lalu, karena selain kapal-kapalnya bagus, juga areal disekitarnya memberi kenyamanan kepada calon penumpang.
Namun sayang, dioperasikannya dermaga eksekutif ini justru memberi dampak kurang baik bagi para operator kapal di lintasan tersebut, selain ASDP. Protes pun kemudian muncul dari para operator di Merak maupun Bakauheni.
Apalagi, tarif yang dikenakan terhadap para pengguna jasa masih menggunakan reguler, belum menerapkan tarif eksekutif, khususnya di dermaga eksekutif. Akibatnya, para pengguna jasa, baik truk barang, kendaraan pribadi dan umum, serta pejalan kaki lebih memilih naik melalui dermaga eksekutif.
Oleh sebab itu, Sekjen Gapasdap, Aminuddin Rifai mempertanyakan mengenai pemberlakuan tarif yang tidak ada perbedaan antara dermaga umum dan eksekutif. “Penentuan tarif itu bagaimana mekanismenya, kok bisa ASDP mengeluarkan tarif tanpa mendiskusikan dengan asosiasi (Gapasdap). Padahal dalam PM 30 menyebutkan bahwa untuk tarif mesti dibicarakan dengan asosiasi terkait,” kata Aminuddin kepada Ocean Week, di Kantornya, Jumat (8/2).

Aminuddin juga menyatakan kalau Gapasdap menginginkan adanya kejelasan terhadap penggunaan dermaga eksekutif, baik sistem maupun tarifnya. “Mestinya untuk dermaga eksekutif tarifnya lebih tinggi hingga 40% dibandingkan tarif reguler di dermaga lainnya. Tapi ini tidak begitu, di dermaga eksekutif pun tarifnya reguler, sama dengan di dermaga-dermaga lainnya. Akhirnya para pengguna jasa lebih memilih kesana (dermaga eksekutif). Ini kan sama saja terjadi diskriminasi bisnis,” ungkapnya lagi.
Lagi pula, untuk dermaga eksekutif, hingga saat ini hanya kapal-kapal ASDP yang berkegiatan disitu. Kapal-kapal milik operator lain, tidak bisa disitu. Padahal dengan peraturan harus kapal dengan 5.000 GT, tidak semua dermaga bisa disandari kapal. “Apakah dermaga 4, dermaga 5 representatif untuk kapal dengan ukuran tersebut, sehingga hanya dermaga 1,2, dan 3 yang dapat efektif digunakan,” kata Aminuddin.
Karena hanya tiga dermaga yang bisa dipakai, banyak kapal yang kemudian kehilangan trip. Yang tadinya bisa beroperasi 18-20 hari, kini hanya tinggal 12 hari. Padahal, ada sekitar 82 kapal beroperasi di lintasan Merak-Bakauheni. Makanya Gapasdap mempertanyakan, apakah penggunaan dermaga eksekutif yang hanya melayani kapal-kapal ASDP itu diatur dalam Permenhub atau PP. “Bagaimana itu, karena terkesan monopoli,” ujar Aminuddin.
Yang terkadang dinilai Gapasdap cukup memprihatinkan adalah pengaturan jadwal keluar masuk kapal yang dilakukan oknum STC yang dianggap kurang adil, karena lebih mendahulukan kapal yang beroperasi di dermaga eksekutif ketimbang di dermaga lain, sehingga kapal-kapal yang akan bersandar di dermaga reguler menjadi terlambat. “Kadang bisa sampai 2 jam, dan ini sangat meresahkan pengguna jasa yang ada di kapal,” ucapnya.
Oleh karena itu, Gapasdap minta supaya Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi dapat menengahi untuk mencarikan solusi terhadap permasalahan yang terjadi di penyeberangan Merak-Bakauheni ini. Gapasdap juga sudah berkirim surat ke Direktur Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Ditjen Hubdar, mengenai penggunaan dermaga eksekitif tersebut. Tetapi sampai sekarang belum memperoleh jawaban. (***)