Bank Indonesia (BI) mengatakan surplus neraca perdagangan menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia dari guncangan global.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2024 meningkat menjadi 4,47 miliar dolar AS.
“Bank Indonesia memandang perkembangan ini positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono di Jakarta, Senin, dikutip dari Antara.
Erwin menuturkan surplus tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada Februari 2024 sebesar 0,83 miliar dolar AS.
Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas lain guna terus meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Surplus neraca perdagangan Maret 2024 yang lebih tinggi terutama bersumber dari surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat signifikan.
Neraca perdagangan nonmigas pada Maret 2024 mencatat surplus sebesar 6,51 miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan surplus pada bulan sebelumnya sebesar 2,60 miliar dolar AS.
Surplus neraca perdagangan nonmigas yang tinggi tersebut sejalan dengan ekspor nonmigas yang meningkat mencapai 21,15 miliar dolar AS.
Kinerja positif ekspor nonmigas itu didukung oleh ekspor komoditas berbasis sumber daya alam, seperti logam mulia dan perhiasan/permata, besi dan baja, serta lemak dan minyak hewani/nabati maupun ekspor produk manufaktur seperti mesin dan perlengkapan elektrik serta berbagai produk kimia.
Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India tetap menjadi kontributor utama ekspor Indonesia.
Adapun defisit neraca perdagangan migas tercatat meningkat ke level 2,04 miliar dolar AS pada Maret 2024 sejalan dengan peningkatan impor migas yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan ekspor migas.
Surplus
Sementara itu, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, surplus neraca perdagangan pada Maret 2024 ini juga lebih tinggi dari periode sama tahun lalu yang nilainya mencapai.
“Surplus ini sudah berlangsung selama 47 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” tutur Amalia dalam konferensi pers, di Jakarta.
Menurut dia, surplus neraca perdagangan ini paling banyak ditopang oleh komoditas non minyak dan gas (migas) sebesar US$ 6,51 miliar, dan juga disokong oleh beberapa komoditas penyumbang lainnya dari bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan (HS 15), serta besi dan baja (HS 72).
Surplus neraca non migas ini juga lebih besar jika dibandingkan bulan lalu yang nilainya mencapai US$ 2,63 miliar dan bulan Maret pada tahun 2023.
Sementara itu, neraca perdagangan yang berasal dari komoditas minyak dan gas (migas) tercatat mengalami defisit sebesar US$ 2,04 miliar.
“Defisit ini disumbang dari hasil minyak maupun minyak mentah,” ujar Amalia.
Lebih lanjut neraca perdagangan Indonesia pada Maret ini juga didorong oleh nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai impor.
Pada Maret 2024, nilai ekspor Indonesia tercatat US$ 22,43 miliar atau naik 16,40% dari bulan sebelumnya. Sedangkan nilai impor Indonesia tercatat sebesar US$ 17,96 miliar atau turun 2,60% dari bulan sebelumnya. (***)