Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui program ‘Tol Laut’ berharap agar disparitas harga barang antara pulau Jawa, pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur tidak ada beda.
Karena itu, pemerintah melalui Kemenhub, terus melakukan berbagai strategi supaya keinginan itu terwujud. Salah satu cara yang ditempuh yakni dengan memberikan subsisi terhadap kapal-kapal yang melayari rute-rute tol laut tersebut.
Banyak, sarana prasarana (pelabuhan) penunjang konsep pemerintah itu dibangun, tetapi sampai saat ini apa yang menjadi harapan pemerintah dan kalangan masyarakat belum terealisasi. Sebab, kenyataannya, harga barang di pelosok Indonesia Timur masih saja mahal.
Padahal ratusan miliar rupiah sudah digelontorkan pemerintah melalui subsidi BBM untuk kapal-kapal rute tol laut, termasuk kapal penumpang maupun Ro-Ro.
Tentu saja, hal ini mengundang kekhawatiran semua kalangan, sebab jangan sampai subsidi yang diniatkan baik, justru dimanfaatkan para pedagang. Artinya subsidi yang diberikan pemerintah kepada alat angkutnya (kapal) tidak mengenai sasaran, sebaliknya terkesan para pedaganglah yang menikmati subsidi itu, karena harga barang tak juga berubah.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto mengatakan, bahwa sekitar 91% pengiriman barang antar pulau dilakukan melalui jalur darat. Hal itu menyebabkan tingginya biaya logistik di Indonesia. Mahendra pun menyarankan agar pemerintah mengarahkan pengiriman barang dialihkan melalui jalur laut.
Sebenarnya problem yang dihadapi, bukan karena barang diangkut lewat darat atau laut. Namun, sudahkan tepat subsidi BBM yang diberikan oleh pemerintah itu.
Sebagai contoh, kapal-kapal Pelni. Angkutan penumpang milik BUMN ini boleh dibilag memperoleh subsidi dua kali, melalui PSO dan subsidi BBM. Terkadang ini mengesankan ketidak-adilan bagi angkutan laut lainnya. Padahal kapal-kapal Pelni pun sekarang ini sudah banyak yang berubah design, bukan lagi pyur penumpang tetapi sudah menjurus ke niaga.
Di dalam Undang-undang pelayaran, disebutkan bahwa kapal berbendera Indonesia, diawaki oleh Indonesia, dan berlayar di wilayah RI semuanya dapat subsidi.
Dengan begitu kenapa subsidi BBM itu tidak juga diberikan kepada semua angkutan laut tanpa membedakan kapal penumpang, Ro-Ro maupun kapal niaga. Yang perlu bagaimana pengawasannya, dan pola subsidinya yang diatur. Jangan birokratis dan bertele-tele. Sebab, sekarang ini harga antara BBM subsidi dan non subsidi (keekonomian) tidak terpaut jauh.
Beragam sindiran dan pertanyaan sering muncul, apakah jika Pelni tak diberikan PSO dan subsidi BBM masih mampu bertahan hingg sekarang. Dan apakah swasta yang bermain di kapal Ro-Ro, kalau tak juga diberikan subsidi dapat hidup dampai saat ini. Hal ini menjadi ‘PR’ pemerintah. Bahwa pemerintah sudah memberi proteksi lewat cabotage, itu sudah tepat, tinggal bagaimana sekarang pemerintah kembali mendorong agar logistic murah bisa terwujud.
Sekarang ini ada kesan bahwa kapal-kapal yang melayari ke Indonesia Timur ‘ogah-ogahan’, itu karena perhitungan bisnis, muatan baliknya selalu kosong.
Kenapa pemerintah (Kemenhub) tidak berpikir dan mengusulkan subsidi BBM kepada kementerian ESDM, dalam rangka menjaga persaingan transportasi laut khususnya angkutan barang dan mendukung perekonomian masyarakat terluar, terutama di wilayah Indonesia Timur.
Kemungkinan dengan subsidi BBM yang juga diberikan kepada semua kapal laut yang melayari rute-rute Indonesia Timut atau pelosok tanah air, memerintah tak perlu repot dengan program tol laut atau perintis. Sebab, besar kemungkina swasta akan berpikir untuk masuk ke daerah-daerah terluar tersebut. Sehingga kesenjangan diantara usaha pelayaran nasional tak ada lagi. Harapan disparitas barang pun kemungkinan dapat tercapai.
Sesuai Peraturan Presiden no. 191 tahun 2004, dimana penetapan alokasi volume jenis BBM tertentu (JBT, BBM bersubsidi) utuk sarana transportasi laut berupa kapal berbendera Indonesia dengan tryek dalam negeri berupa angkutan umum penumpang ditetapkan oleh Badan Pengatur. Dan selanjutnya penetapan alokasi didasarkan kepada usulan dari Ditjen Hubla.
Berarti Direktorat Perhubungan Laut mempunyai peran penting dalam mengusulkan mengenai subsidi BBM terhadap kapal-kapal laut, apakah itu kapal penumpang, Ro-Ro dan kapal niaga.
Berdasarkan APBN 2017, alokasi subsidi dianggarkan sebesar Rp 160 triliun. Subsidi itu terdiri dari subsidi energi Rp 77,3 triliun dan subsidi non energi sebesar Rp 82,7 triliun. Subsidi energi terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu dan LPG tabung 3 Kg sebesar Rp 32,3 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 44,9 triliun.
Pertanyaannya, mungkinkah pada era keterpurukan perekonomian ini yang juga berefek kepada pelayaran nasional ini, pemerintah (Kemenhub) berniat untuk mengusulkan supaya semua pelayaran yang melayari rute Indonesia Timur dan pelosok negeri ini juga diberikan subsidi BBM sebagaimana kapal-kapal jenis penumpang dan Ro-Ro. (ow)