Muatan balik angkutan barang dalam Program Tol Laut perlu digenjot karena selama ini tingkat keterisiannya dinilai relatif belum maksimal. Apabila muatan barang dari Timur ke Barat juga terisi, tentunya ini akan efisien.
Kepala Bagian Organisasi dan Hubungan Masyarakat, Lollan AS Panjaitan dalam diskusi Lokakarya Forum Wartawan Perhubungan di Lombok, Jumat (21/4) mengatakan hal itu merupakan salah satu tantangan agar kelancaran distribusi barang tidak hanya dari Barat ke Timur untuk menekan disparitas harga, saja tetapi juga sebaliknya.
Dia mengatakan salah satu solusi yang ditawarkan, yakni dengan mendirikan pusat logistik “Rumah Kita” di sejumlah titik strategia di Wilayah Timur yang dikelola oleh dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Rumah Kita ini sebagai pusat konsolidasi logistik, barang dari Jawa bisa ditampung di situ baru didistribusikan ke daerah-daerah lain, kemudian komoditas dari daerah juga bisa disimpan di Rumah Kita untuk diangkut ke Pulau Jawa,” katanya.
Lolla menjelaskan hal itu merupakan amanta dari Penyempurnaan Perpres Nomor 106 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayana Publik Untuk Angkutan Barang di Laut.
“Dari yang sebelumnya muatan dari kapal dari Jawa ke Luar Jawa diubah menjadi dari dan ke Jawa, sehingga dapat dimanfaatkan untuk muatan balik,” katanya.
Saat ini, lanjut dia, tingkat keterisian angkutan barang tol laut masih di kisaran 70 persen.
Menurut dia, dibutuhkna koordinasi antarkementerian/lembaga, seperti Kementerian Perdagangan serta pemerintah daerah untuk mendorong peningkatan komoditas wilayah setempat agar bisa menambah nilai ekonomi.
“Sinergitas semakin diuji, pemda juga seharusnya mendorong para pelaku usaha di daerah untuk meningkatkan produktivitasnya,” katanya.
Dia menyebutkan sejumlah lokasi Rumah Kita telah diserahkan kepada BUMN untuk dikelola, di antaranya Nias dan Mentawai (Pelindo I), Natuna dan Tahuna (Pelindo II), Dompu-Waingapu-Rote-Kalabahi (Pelindo III), Nabire-Tobelo-Sebatik-Tidore dan Sangatta/Lhoktuan (Pelindo IV), Morotai-Saumlaki-Manokwari-Timika (Pelni), Merauke dan Namlea (ASDP).
Lollan menjelaskan saat ini Trayek 3, yaitu Tanjung Perak-Larantuka-Lewoleba-Rote-Sabu-Waingapu PP merupakan trayek yang paling efektif, sementara itu trayek yang belum beroperasi secara optimal yaitu Trayek 6, yakni Tanjung Priok-Tarempa-Natuna PP.
Selain masih rendahnya tingkat keterisian muatan, dia mengatakan pihaknya juga menyoroti sejumlah catatan, di antaranya pemanfaatan belum sampai kepada masyarakat luas serta ketersediaan alat bongkar muat yang kurang. (Ant/**)