Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta mengusulkan supaya Otoritas Pelabuhan (OP) Tanjung Priok mengeluarkan kebijakan terkait dengan petikemas impor yang sudah mengantongi SPPB (Surat Perintah Pengeluaran Barang), dan SP2 dari terminal tetapi belum juga dikeluarkan oleh pemiliknya.
Ketua ALFI Jakarta Widyanto dan Adil Karim (Sekretaris) mengatakan hal itu kepada Ocean Week, Senin (14/11), di Jakarta. “Sebab Permenhub No. 116/2016 tentang Relokasi Barang, penumpukan container maksimal tiga hari mesti keluar dari terminal, hal itu untuk menekan dwelling time. Beleid itu berlaku di empat pelabuhan utama yakni Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Belawan Medan, Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Makassar,” ujar keduanya.
Namun terhadap container impor yang sudah SPPB dan SP2, tetapi tidak diambil pemiliknya, Bea Cukai maupun pihak terminal juga tidak bisa serta merta mengeluarkannya. “Aturannya tidak ada, sehingga importer sering memanfaatkan celah ini dengan mengajukan Tila supaya tidak kena biaya tinggi,” ucapnya.
Adil meminta agar OP membuat aturan untuk ini, sehingga standar operasional di pelabuhan (SOP) yang menyangkut masalah ini menjadi jelas. “Alfi sudah mengusulkan lama, tapi belum ada tanggapan, sehingga kedepan dengan adanya aturan dari OP, para pihak tidak saling menyalahkan,” ungkapnya.
Tetapi lain halnya dengan Widyanto. “Solusinya ya tegur importirnya dan kita minta kesadarannya agar container yang sudah SPPB dan SP2 langsung diambil,” tuturnya.
Sementara itu Ketua Dewan Pelabuhan Sungkono Ali mengemukakan, masalah seperti ini sebenarnya bukan lagi isyu baru. “Perlu ada kesadaran semua pihak, terutama pemilik barang supaya membuat perencanaan matang pada waktu impor barang, sehingga begitu barang tiba tak menimbulkan masalah,” katanya.
Sedangkan Humas TPK Koja Nuryono Arief mengemukakan, untuk mengatasi tentang container yang diendapkan oleh pemilik barang di terminal, meski sudah SPPB dan SP2, solusinya siapkan saja pembatasan terhadap petro, dan tidak diperbolehkan perpanjangan SP2.
Seperti diketahui bahwa di TPK Koja banyak container mengendap, padahal sudah SPPB dan SP2. Padahal persoalan mengendap container ini, pihak terminal tidak memiliki kuasa untuk memindahkan, karena sebenarnya sudah menjadi haknya pemilik barang.
“Itu alasan klise, jika pemilik barang bilang gudangnya belum siap, biar saja sementara ditumpuk di terminal. Pastinya sekali lagi perlu kesadaran, dengan begitu target pemerintah untuk dwelling time tercapai,” ungkap Sungkono Ali. (***)