Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) masih ingin melihat sejauhmana konsep dan rencana secara detail Superhub yang digagas Pelindo, apakah justru akan menciptakan logistic murah atau sebaliknya.
Selain itu, dari sisi waktu bagaimana, terutama kargo yang dari wilayah lain di Indonesia. “Kalaupun bisa lebih murah belum tentu juga cepat, terutama terhadap jenis barang tertentu yang membutuhkan pengiriman dalam waktu tertentu. Dan saya masih sangat percaya akan ship follow the trade, bukan sebaliknya,” kata Ketua DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi kepada Ocean Week melalui telepon, Selasa (27/12).
Oleh sebab itu, ungkap Yuki, DPP ALFI akan mengawal daripada proses ini karena bukan hanya Singapore tapi Malaysia juga dijadikan proses transshipment.
Sementara itu, Koordinator ALFI se-Sumatera Khairul Mahalli menyatakan, bahwa pemikiran menjadikan Tanjung Priok sebagai superhub merupakan pemikiran yang tidak jelas.
“Cost logistic pasti akan lebih tinggi, tidak sesuai dengan era otonomi daerah,” ucapnya kepada Ocean Week per telpon, Selasa (27/12) pagi.
Konsep Superhub PT Pelabuhan Indonesia II, kata Direktur Operasi dan Sistem Informasi PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Prasetyadi tidak akan menganggu tata kelola perdagangan internasional di dalam negeri. Sebab, konsep superhub hanya terminologi bisnis dan terpisah dari tata kelola pelabuhan yang sudah diatur dalam perundang-undangan.
Konsep ini tidak menghalangi pelabuhan lain melakukan pelayaran langsung dalam rangka kegiatan ekspor dan impor, namun superhub ini dalam rangka mengundang kapal besar (mother vessel) untuk masuk Pelabuhan Tanjung Priok.
“Nantinya, pemilik barang dari daerah dapat melakukan ekspor dan impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Untuk dokumen clearance ekspor impor masih diterbitkan di daerah asal. Nota Pelayanan Ekspor [NPE] dan Pemberitahuan Impor Barang [PIB] masih diterbitkan di pelabuhan asal tidak di bawa ke Priok,” kata mantan Dirut Terminal Petikemas Teluk Lamong ini.
Sebagai Chairman Asean Federation of Forwarders Association (AFFA), Yukki mempertanyakan kejelasan konsep superhub tersebut. Karena tidak ada konsep pelabuhan demikian dalam tata kepelabuhanan nasional ataupun internasional sekalipun.
Yukki menjelaskan, berdasarkan cetak biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas), hub internasional sudah ditetapkan di Pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung. “Jika dari pemerintah mendukung hal ini, tentu harus ada revisi dari cetak biru tersebut,” ucapnya.
Ketua Umum ALFI ini memahami keinginan mendatangkan kapal besar ke Pelabuhan Tanjung Priok dalam rangka persaingan dengan Singapura dan Malaysia. Namun, operator pelabuhan dan pemerintah harus mengalkulasikan kapasitas volume kapal besar yang dibutuhkan untuk masuk ke Indonesia.
Lagi pula, menurut Ketua Komite Tetap Bidang Perhubungan Kadin Indonesia Asmari Heri, hub pelabuhan internasional, tidak ada hubungannya dengan barang untuk kebutuhan Indonesia. “Jadi barang-barang/container yang dikapalkan itu hanya transshipment sebentar untuk kemudian dipindahkan ke kapal besar menuju negara tujuan,” katanya.
Untuk mewujudkan konsep itu, ujar Asmari, pemerintah/BUMN dapat menggandeng pelayaran besar dunia, seperti yang dilakukan pemerintah Malaysia di Tanjung Pelepas.
Terkait konsep superhub ini, Prasetyadi menuturkan, pihaknya tengah melakukan negosiasi intensif dengan tiga pelayaran internasional yang akan membawa kapalnya ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Kendati ada double handling di Pelabuhan Tanjung Priok untuk ekspor dan impor, Prasetyadi menjamin tarifnya akan lebih murah karena adanya mother vessel yang masuk langsung ke Indonesia tanpa transit di Singapura.
“Kita pasti lebih murah. Misalnya dari Palembang ke Singapura, tarifnya dolar. Sementara itu, Palembang ke Priok tarif [bongkar muat] rupiah. Nanti dari Tanjung Priok ke Jepang pakai kapal lebih besar,” ungkapnya.
Adapun ukuran mother vessel yang disasar untuk masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok yakni 8.000 TEUs-10.000 TEUs. Sebagai tahap awal, Prasetyadi menuturkan perusahaan hanya akan membuka satu rute dengan kapal besar. Rute yang disasar adalah Asia Timur mengingat kegiatan ekspor dan impor Indonesia dominan dari dan ke wilayah tersebut. (***)