Pengusaha pelayaran dan bongkar muat di pelabuhan Sunda Kelapa menjerit karena cost logistic di pelabuhan ini bakal melonjak. Sebab pihak PT Pelindo II Cabang Sunda Kelapa mengusulkan menaikkan tariff jasa tambat kapal dan tariff penumpukan barang hingga 250%.
“Tapi itu belum selesai, masih dalam pembahasan antara kami (PT Pelindo Sunda Kelapa-red) dengan DPC INSA Sunda Kelapa dan APBMI Sunda Kelapa, berapa nanti besaran kenaikan yang disetujui,” kata General Manager Pelindo Sunda Kelapa Yuli Tarigan kepada Ocean Week per telpon, Selasa (24/1) siang.
Menurut Yuli, rencana kenaikan ini disebabkan tariff-tarif jasa di pelabuhan ini sudah tidak pernah lagi naik sejak 14 tahun lalu. “Kami sudah beberapa kali bertemu dengan mereka (para asosiasi-red) untuk rencana tersebut, namun belum ada kata sepakat,” ujarnya.
Ketika ditanya berapa pihak Pelindo mematok persentase kenaikannya, Yuli menyatakan, baik tariff jasa tambat kapal maupun tariff penumpukan barang sekitar 150%. “Itu sudah pas segitu lah, kan tariff jasa tambat selama ini hanya Rp 80 per GT per etmal. Jadi kalau naik 150% paling sekali sandar tarifnya jadi sekitar Rp 1.000.000,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua DPC INSA Sunda Kelapa Antoni yang dikonfirmasi sehubungan rencana kenaikan tersebut, menyatakan kalau Pelindo mau menaikkan tariff, mestinya dibarengi dengan layanan yang baik. “Ini bisanya hanya naik-naik tariff, tanpa memberikan service yang memadai. Lihat saja itu di sekitar gudang saya di pelabuhan banjir,” ujarnya.
Antoni menambahkan, bahwa INSA Sunda Kelapa belum menyetujui kenaikan tersebut. “Kami masih ingin bicarakan dulu dengan anggota, berapa nanti yang disetujui mereka, baru kami bicara dengan Pelindo,” ungkapnya.
Rencana kenaikan tariff jasa tambat kapal tersebut juga sedang diusulkan oleh Pelindo Tanjung Priok sebesar 250%, Pelindo Cirebon 300%, dan Pelindo Pontianak untuk CHC, Lo-lo dan penumpukan container 30%.
Tetapi, usulan kenaikan tariff di tiga pelabuhan itu pun belum memperoleh kata sepakat antara Pelindo dengan penguna jasa.
Fenomena kenaikan tariff di pelabuhan ini, juga dikritisi oleh Koordinator ALFI se-Sumatera Khairul Mahalli, dan Ketua INSA Makassar Hamka.
“Sekarang ini biaya ekonomi tinggi, daya saing produk daerah sedang turun. Akhirnya perusahaan-perusahaan swasta mati suri karena tariff tinggi,” ucap keduanya. (***)