Program tol laut ke wilayah Natuna dinilai mampu mengatasi distribusi barang yang selama ini sulit terjangkau dan mengantisipasi harga kebutuhan pokok.
Sayangnya, muatan kebutuhan pokok yang dibawa belum maksimal. Kapasitas kapal 3.000 ton, tetapi yang dimuat hanya 100 ton. Lagi pula kapal merapat di pelabuhan Selat Lampa, jauh dari pusat kabupaten, sehingga perlu biaya tambahan untuk mengangkut barang menuju kota.
Pemerintah Daerah Natuna sendiri sudah menyampaikan hal ini ke pemerintah pusat (Kemenhub). Harapannya, Kapal Tol Laut bisa merapat di pelabuhan Penagi. “Tentu, permintaan ini sudah disampaikan kepada Kementerian. Supaya kapal Tol Laut bisa sandar di Pelabuhan Penagi. Kebutuhan pokok bisa semuanya gunakan Tol Laut,” kata Sekretaris Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Makro Pemkab Natuna, Hikmatul Arif, di Natuna.
Selain itu, jadwal kapal tol laut juga masih berubah-ubah dan tergantung kondisi cuaca. “Untuk kapal tol laut ini sangat bagus untuk mengatasi angkutan barang kesini,” ujarnya.
Seperti diketahui bahwa pada Oktober tahun 2016, Menhub Budi Karya Sumadi melepas keberangkatan perdana kapal tol laut logistik Natuna di Pelabuhan Tanjung Priok. Kapal KM Caraka Jaya Niaga III yang digunakan sebagai kapal tol laut tersebut, akan beroperasi secara berjadwal untuk melayani kebutuhan logistik di pulau Natuna 14 hari sekali dengan rute Jakarta–Natuna-Tarempa-Jakarta.
Menhub juga mengungkapkan, pemerintah segera mengoperasikan lagi dua trayek tol laut T1 dan T9 mulai Maret 2017 sebagai komitmen upaya peningkatan konektivitas angkutan barang melalui transportasi laut di Provinsi Maluku dan sekitarnya.
Dua trayek tol laut itu akan melayani rute, Tanjung Perak – Wanci – Namlea – Wanci – Tanjung Perak untuk T1, serta Tanjung Perak – Kisar (Wonreli) – Namrole – Kisar (Wonreli) – Tanjung Perak untuk T9.
Program tol laut tersebut memang sudah menjadi komitmen pemerintah Jokowi untuk bagaimana agar disparitas harga antara pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya tak berbeda jauh.
Namun, sebagaimana yang terjadi saat di daerah Natuna, sejumlah komoditi kebutuhan pokok di wilayah itu terjadi kelangkaan. Salah satunya komoditi kedelai. Kekosongan kedelai ini kini berimbas pada usaha industri rumahan yang memproduksi tahu dan tempe di Ranai. Pelaku usaha tersebut agak sulit memperoleh kedelai. Kalau ada, harganya mahal. Di Ranai saat ini mencapai Rp 410 ribu per karung, dari sebelumnya Rp 380 ribu per karung. “Sekarang di toko kedelai kosong. Terkahir itu harganya sudah naik. Menurut pedagang sembako, kapal barang belum masuk dari Tanjungpinang,” ujar Bambang pengusaha tahu tempe di Ranai.
Kelangkaan kedelai ini juga diakui Hikmatul. Menurut dia selain karena cuaca, juga kapal pengangkut milik swasta tidak masuk. “Hingga saat ini belum menerima jadwal pasti kapal barang akan merlayar ke Natuna. Cuaca buruk, jadi jadwal kapal dari Tanjungpinang belum diizinkan. Mudah-mudahan cuaca buruk cepat berakhir,” kata Hikmatul.
Cuaca buruk diperairan Natuna, ungkapnya, menjadi salah satu penyebab sejumlah komoditi kebutuhan pokok terjadi kekosongan. “Karena untuk pendistribusian barang digunakan kapal laut,” ucapnya. (***)