Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan implementasi wajib asuransi nasional untuk ekspor batubara masih sesuai jadwal. Meski sebetulnya sudah dimplementasikan sejak Februari 2019, namun kebijakan ini masih diberi tenggat waktu transisi hingga 31 Mei 2019.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengungkapkan, masa transisi itu dimaksudkan supaya pelaku usaha batubara bisa memiliki waktu untuk bernegosiasi dengan pembeli atau importir batubara di luar negeri. Sehingga, per 1 Juni 2019, kebijakan tersebut mulai berlaku penuh.
“Tidak ada perubahan jadwal wajib asuransi. Implementasi sejak Februari, masa transisi sampai 31 Mei, dan akan berlaku penuh 1 Juni 2019,” kata Oke, dikutip Kontan.co.id, Senin (22/4).
Apabila dengan tenggat waktu tersebut perusahaan masih belum memenuhi ketentuan, maka perusahaan akan terkena sanksi dan tidak bisa melakukan ekspor. “Apabila ekspor batubara tidak menggunakan asuransi nasional, tidak LS (Laporan Surveyor) tidak akan keluar,” ungkapnya.
Sebagai informasi, saat ini ada 18 asuransi, terdiri dari 15 perusahaan dan tiga konsorsium, yang sudah terdaftar dan mendapatkan persetujuan untuk digunakan dalam kebijakan ini.
Kepala Subdirektorat Sistem Pembiayaan dan Pembayaran Rumaksono menyampaikan, jumlah asuransi tersebut masih bisa bertambah meski periode transisi kebijakan ini sudah selesai. “Kalau perusahaan asuransi tidak ditutup, terus dibuka selama memenuhi syarat akan diberikan persetujuan,” ungkapnya.
Sementara itu, untuk wajib angkutan laut nasional dalam ekspor batubara, Oke mengatakan bahwa jadwal implementasi peraturan tersebut masih tetap sama. Yakni pada Mei 2020. Ia bilang, saat ini pihaknya tengah melakukan diskusi dengan stakeholder terkait untuk menyusun petunjuk teknis (juknis).
Diskusi tersebut dilakukan dengan melibatkan sejumlah kalangan, seperti Direktorat Minerba Kementerian ESDM, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Perekonomian, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, dan Indonesia National Shipowner’s Association (INSA).
“Sedang disusun Juknis dalam bentuk Perdirjen (Peraturan Direktorat Jenderal), dan masih dalam tahap diskusi untuk menerima masukan,” kata Oke.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengapresiasi peran aktif Kemendag yang telah turut mensosialisasikan kebijakan ini kepada buyers di negara importir batubara Indonesia.
Menurut Hendra, hingga saat ini, secara umum kebijakan wajib asuransi nasional bisa dipahami oleh sebagian buyers. Hanya saja, untuk kebijakan wajib angkutan laut nasional, paa buyers masih menunggu detail kebijakan yang tengah disusun pemerintah.
“Kalau soal asuransi nggak jadi masalah buat beberapa. Kalau untuk kapal, masih menunggu detailnya seperti apa,” kata Hendra kepada Kontan.co.id, Senin (22/4).
Kendati demikian, Hendra mengingatkan bahwa setiap buyers dan negara merespons kebijakan ini secara berbeda. Untuk Vietnam misalnya, kebijakan wajib kapal nasional dapat menghambat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sudah terskema menggunakan batubara asal Indonesia.
Pasalnya, dalam skema bisnis PLTU tersebut, pengangkutan batubara menggunakan angkutan laut dari mitra. “Mereka kan buat perjanjian proyeknya sebelum kebijakan ini dikeluarkan, skemanya memakai angkutan mereka sendiri, jadi itu Kemendag akan bertemu lagi untuk membicarakan lebih lanjut” ungkapnya. (kntn/**)