Biaya logistik Indonesia dinilai masih mahal dibandingkan negara-negara luar. Pemerintah pun mengakui jika biaya logistik negeri ini masih tinggi. Pertanyaannya dimana sebenarnya dan siapa penyumbang tingginya cost logistic disini.
Belum adanya transparansi (keterbukaan) dari sejumlah usaha dalam rangkaian total ongkos logistik inilah yang menjadikan biaya logistik disini ‘Misterius’.
Menanggapi tingginya cost logistik, Capt. Subandi, Ketua Umum GINSI mengatakan jika pemerintah serius mau menurunkan biaya logistik, harus mau ikut mengatur biaya yang terkait logistik termasuk biaya pengapalan (freight) domestik sesuai jangkauan pemerintah.
Misalnya adanya isu pelayaran domestik mau menaikkan tarif angkut petikemas mulai Januari 2022 ini untuk rute Jakarta – Medan, dan Surabaya – Makassar, dan sebagainya.
“Pihak yang akan menaikkan tarif harus bisa menjelaskan untuk alasan apa biaya naik,” ujarnya kepada Ocean Week, per telpon, Jumat.
Menurut dia, kalau biaya2 yang terkait logistik di serahkan sepenuhnya kepada pihak yang memungut keuntungan akan sulit mengendalikan biaya logistik.
“Tapi, kalau memang mau diserahkan ke mekanisme pasar ya azas cabotage nya di cabut lah. Biar di uji apakah ada pelayaran asing yang bisa memberikan tarif yang lebih kompetitif dan wajar di banding pelayaran domestik,” ungkapnya.
Kata Subandi, hal ini penting karena tidak sedikit cargo ex import yang diangkut lanjut ke beberapa daerah menggunakan pelayaran domestik.
Bahkan hasil produksi bahan baku ex import juga banyak yang dikirim ke daerah menggunakan armada laut.
“Belum lagi kalo terkait eksport dari daerah tertentu yang tidak bisa di angkut melalui darat kecuali hanya lewat kapal laut, bisa2 produk indonesia kesulitan dapat bersaing dengan produk luar,” katanya. (***)