Untuk keselamatan semua pelayaran yang keluar masuk di perairan pelabuhan di seluruh Indonesia, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebaiknya menerapkan wajib pandu dan tunda. Termasuk di pelabuhan Sunda Kelapa maupun Marunda, Jakarta Utara.
Sebab, di kedua pelabuhan ini, aktivitas keluar masuk kapal cukup tinggi. Di Pelabuhan Sunda Kelapa per bulan sekitar 100 call berkegiatan di pelabuhan ini, bahkan tak sedikit kapal-kapal mengangkut petikemas. Sementara di Pelabuhan Marunda sekitar 250 call per bulan keluar masuk kapal ke pelabuhan ini.
Untuk pelabuhan Marunda, Kemenhub melalui Direktorat Perhubungan Laut, kelihatannya sudah akan menerapkan wajib pandu-tunda. Sosialisasi kepada para pengguna jasa (pelayaran/keagenan) dan operator terminal terhadap rencana wajib pandu juga sudah dilakukan pada bulan Februari 2017 lalu.
Ketika Ocean Week menanyakan belum adanya wajib pandu dan penundaan di pelabuhan Sunda Kelapa, KSOP Sunda Kelapa Wim HJ tidak mau berkomentar, karena bukan wewenangnya. Meski demikian, Wim sebenarnya berharap Kemenhub memikirkan masalah keselamatan pelayaran di pelabuhan Sunda Kelapa ini sebagaimana rencana Kemenhub yang akan mewajibkan pandu di pelabuhan Marunda.
Begitu pula dengan General Manager Pelindo Sunda Kelapa yang mengaku sangat setuju apabila di pelabuhan tertua di Jakarta ini diterapkan wajib pandu dan penundaan kapal. “Itu kan demi keselamatan pelayaran,” kata Yuli Tarigan.
Di pelabuhan Marunda, rencana penerapan wajib pandu sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah kelihatannya masih perlu proses. Apalagi jika dikaitkan dengan pemanduan, sebab selama ini kegiatan ini sudah dilaksanakan oleh beberapa perusahaan di Marunda ini.
Informasi yang berhasil dikumpulkan Ocean Week menyebutkan bahwa selama ini untuk penundaan diusahakan oleh lima perusahaan pelayaran dengan total kapal 11 unit. Sementara untuk pandu menggunakan pandu ‘alam’. Pertanyaannya, bagaimana jika terjadi kecelakaan kapal, siapa bertanggung jawab, dan siapa pula yang rugi.
Namun, dengan rencana pemerintah mewajibkan pandu-tunda sebagaimana aturan yang benar sesuai pula ketentuan IMO, maka pemerintah mewacanakan PT Pelindo atau KBS untuk masuk ke ranah tersebut di Marunda, sebab keduanya dinilai sudah professional dan memenuhi standar ketentuan berlaku.
Tetapi, rencana tersebut sempat mendapat protes dari perusaaan pelayaran yang selama ini sudah bermain di penundaan di pelabuhan Marunda. Karena mereka khawatir bisnisnya akan tergusur dengan masuknya Pelindo II (PT Jasa Armada Indonesia/JAI) maupun KBS.
Namun, saat hal itu dikonfirmasikan kepada PT JAI, General Manager PT JAI Capt. Medi menyatakan bahwa pihaknya masih dalam taraf penjajagan untuk mewarnai penundaan-pemanduan di pelabuhan itu. “Jika kami masuk kesana (pelabuhan Marunda-red) pasti kami akan merangkul pelayaran yang selama ini sudah bermain di penundaan kapal,” ungkap Capt. Medi kepada Ocean Week di Kantornya, Rabu (1/3) sore.
Medi juga mengaku sudah bertemu dengan para pengusaha pelayaran itu untuk saling mengenal dan sharing di sector usaha tersebut. Karena, menurut Medi, kedepan bagaimanapun juga aturan main mesti mengikuti peraturan yang ada. “Ketemu dengan mereka ternyata enjoy-enjoy saja, bahkan saya menawarkan supaya mereka membentuk konsorsium supaya dapat lebih kuat lagi,” ucapnya.
Medi juga sedikit menyinggung bahwa sesuai peraturan kapal-kapal tunda yang digunakan untuk menunda kapal diatas 500 GT mestinya yang memiliki house power 2000.
Ditanya mengenai Sunda Kelapa, Medi pun berharap supaya pemerintah memikirkannya pula untuk penerapan wajib pandu dan tunda, demi keselamatan pelayaran dan semua pihak terkait. Apalagi di Sunda Kelapa, kapal-kapal yang berkegiatan cukup besar.
Cuma, untuk penerapan wajib pandu-penundaan, kelengkapan aturan mainnya juga mesti disiapkan, misalnya rambu-rambu navigasi dan lain sebagainya. (***)