Jaminan kontainer ramai dibicarakan lagi. Pihak pelayaran masih ngotot agar uang jaminan kontainer tetap ada, sementara pihak consignee atau ALFI sebagai perwakilan pemilik barang ingin jaminan itu dihapus.
Pemerintah (Kemenhub) sendiri tak mau mencampuri masalah jaminan kontainer antara pemilik barang dengan pelayaran, karena hal itu menyangkut bisnis dan tanggung jawab antara kedua belah pihak (B 2 B).
Masalah jaminan kontainer ini juga sempat dibahas dalam rapat di Direktorat Perhubungan Laut, pada Selasa (18/4) lalu dengan melibatkan perusahaan pelayaran dan INSA serta pemilik barang (ALFI).
Bahkan, jaminan kontainer inipun pernah didiskusika di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Makanya, pihak pelayaran pun mempertanyakan kenapa lembaga korupsi ini sampai masuk ke ranah ini. Padahal masalah ini B 2 B, dan tidak ada pelanggaran dalam hal bisnis. Apalagi penggunaan uang negara.
Pihak Kemenhub juga tidak mau terseret dengan persoalan ini, karenanya mereka (Hubla) kembali menyerahkan masalah jaminan kontainer ini ke pada pihak bersangkutan (ALFI dan perusahaan pelayaran).
Sementara itu, Sunarno HS, pengurus INSA Jaya menyatakan bahwa pelayaran tetap menginginkan adanya uang jaminan terhadap kontainer tersebut. “Sebab uang jaminan itu untuk menjamin jika terjadi kerusakan. Bahkan, kalau hanya jaminannya rp 1 juta itu nggak ada artinya, karena bisa lebih apabila ada kerusakan,” katanya kepada Ocean Week, Kamis (19/4), di Jakarta Utara.
Menurut Sunarno, bahwa uang jaminan ini akan dikembalikan kepada pemilik barang jika kontainer dalam kondisi baik sesuai dengan hasil joint survey yang tertuang dalam Equipment Interchanges Recept (EIR) dari terminal petikemas dan depo kontainer pada waktu pengembalian kontainer empty.
Sunarno menambahkan, sebenarnya uang jaminan ini sudah lama berlangsung. “Bahwa karena ada uang jaminan yang ‘mandeg’ gara-gara salah satu perusahaan raksasa yang kolaps, kemudian dijadikan sebagai rujukan dan alasan ALFI untuk penghapusan uang jaminan ini. Tapi kami pelayaran tetap minta uang jaminan itu harus ada,” tegas Nano, penggilan familiarnya.
Kendati begitu, ungkapnya, ada solusi yang dapat dijadikan sebagai jalan keluar. “Jika tidak mau mengeluarkan uang jaminan, kami minta agar consignee bisa mengeluarkan surat perjanjian bermaterai mengenai itu, dan kalau pemilik barang menunjuk pihak ketiga, kami juga minta supaya pihak ketiga (forwarder) pun membuat surat perjanjian sesuai dengan pemilik barang yang tertera pada Bill of Loading (BL),” katanya. (***)