GINSI melayangkan protes dan keberatannya kepada PT Pelabuhan Tanjung Priok (PTP) atas denda penumpukan di PBM Batuta yang nilainya hingga puluhan juta rupiah.
Karena itu, GINSI mengirim surat kepada Dirut PT PTP, tertanggal 17 Maret 2023 yang ditandatangani oleh Capt. Subandi, Ketua Umum GINSI.
“Kami Ginsi meminta agar kebijakan yang sangat merugikan dan menimbulkan biaya logistik yang tinggi harus di hapuskan dan jangan diberi ruang dipelabuhan Tanjung Priok khususnya dan pelabuhan-pelabuhan seluruh Indonesia,” ujar Capt. Subandi, kepada Ocean Week, Jumat (17/3), di Jakarta.
Capt. Subandi menceritakan bahwa kejadian dan kronologisnya berawal pada waktu MV.Sheng Ping Hai Voy.103651 sandar di dermaga 201 dan akan Bongkar Muat Cargo nya ditangani oleh PBM Batuta.
Kata Subandi, pemilik barang telah mengantongi SPPB tanggal 02 Maret 2023.
Informasi dari Agen dan PBM yang akan menangani kapal akan disandarkan tanggal 02 Maret 2023 sore.
Karena informasinya kapal tersebut sandar tanggal yang sama dengan SPPB, maka pemilik barang menyiapkan armada truck untuk mengangkut dari pelabuhan ke gudang miliknya.
Ternyata, ungkapnya, kapal tidak jadi di sandarkan dan baru sandar di dermaga 201 tanggal 05 Maret 2023.
Ternyata cargo yang dimaksud baru di bongkar tanggal 8 Maret 2023 sekitar jam 21.30 wib.
“Seharusnya pemilik barang mendapat insentif ataupun fasilitas karena Pelindo/PBM tidak bisa memenuhi rencananya sebagaimana yang sering diperoleh penumpang pesawat saat delay. Namun ironinya, bukanya Pelindo/PBM memberi semacam insentif malah sebaliknya mendenda pemilik barang dikarenakan Penumpukan melewati tanggal diterbitkannya SPPB oleh Bea Cukai,” katanya.
Menurut Subandi, dendanya tidak tanggung tanggung, sebesar Rp. 70.267.500. (sesuai performa invoice yang dikeluarkan PBM). Denda tersebut mengacu pada Keputusan Direksi No.HK.56 2011 Tentang pedoman pelayanan jasa barang di lingkungan pelabuhan Tanjung Priok.
Adanya kebijakan tersebut, jelas Subandi, diiyakan oleh Direksi PTP. “Ini kebijakan yang tidak logis dan sangat aneh mengingat penyandaran dan pembongkaran cargo di terminal non petikemas sangat tergantung cuaca hujan dan kecepatan bongkar muat. Untuk itu kami berharap Bea Cukai Tg.Priok, Otoritas Pelabuhan, Stranas PK, Ombudsmen dan KPPU ikut menyoroti praktik seperti ini,” katanya panjang lebar.
Subandi menyampaikan bahwa jangan sampai percepatan layanan pengurusan dokumen kepabeanan untuk kelancaran arus barang justru dimanfaatkan oleh Pelindo jadi hukuman (Penalty).
Sekali lagi Ginsi meminta agar kebijakan yang sangat merugikan dan menimbulkan biaya logistik tinggi dihapuskan dari pelabuhan Priok, serta pelabuhan di Indonesia. (**)