Sangatlah kurang tepat mengatasi dwelling time di pelabuhan Priok dengan cara memindahkan barang (container) ke Cikarang Dry Port (CDP). Sebab, CDP bukan menjadi destination atau tujuan akhir container dan kapal.
“Kalau tujuan barang (container) yang dikapalkan dari luar negeri itu langsung ke CDP nggak masalah, namun mayoritas barang itu ke pelabuhan Tanjung Priok, bukan ke CDP, makanya CDP bukan solusi” kata Ketua II GINSI Pusat Erwin Topan kepada Ocean Week disela-sela acara Forum Diskusi Kehumasan yang mengambil thema Upaya Menurunkan Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok, Selasa (8/11).
Hal senada juga dikemukakan Sekretaris AFI Jakarta Adil Karim. “CDP itu kan swasta, sementara Tanjung Priok dikelola BUMN, jadi beda kepentingan. Buat apa investasi membangun pelabuhan di Priok, kalau barangnya mesti dibawa ke CDP, padahal di MPCT 1, fasilitas CY (container yard) sangat luas,” ujar Adil.
Adil maupun Topan menyatakan tak sependapat jika CDP menjadi solusi mengatasi dwelling time. “Jangan-jangabn malah jadi high cost,” ungkap keduanya.
Seperti diketahui bahwa Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan akan mengoptimakan fungsi dry port untuk memangkas dwelling time. Salah satu proyek percontohan yang saat ini sedang dibuat pemerintah adalah Cikarang Dry Port (CDP). CDP dibuat terintegrasi dengan Pelabuhan Tanjung Priok. Keberadaan CDP akan mengurangi beban Pelabuhan Tanjung Priok yang semakin lama semakin padat. Jika skema ini berjalan baik, skema yang sama juga akan dilakukan di dua pelabuhan inti lainnya, yaitu Pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Emas.
Luhut menjelaskan, dry port akan mengambil peran dalam tahap clearance. Tanjung Priok selaku pelabuhan utama akan mendapatkan porsi kerja untuk bongkar muat barang. Saat barang telah dibongkar, akan langsung dibawa menggunakan kereta barang menuju Cikarang untuk diperiksa dan pengurusan administrasi.
Setelah sampai di Cikarang, tahap clearance mulai dari pemeriksaan, administrasi bea cukai hingga karantina akan terpusat di Cikarang. Pertimbangan ini diambil selain untuk memangkas proses dwelling time, juga untuk mendekatkan barang kepada para importir, sehingga biaya distribusi menjadi lebih rendah.
“Selama ini konsep ini sudah ada, tapi memang tidak jalan. Kita mau mulai 1 Desember 2016. Selain itu, secara progresif kita juga akan menyelesaikan pembangunan Pelabuhan Patimban untuk menjadi pelabuhan kedua untuk membantu Priok,” ujar Luhut.
Dia menjelaskan, CDP memiliki luas 200 hektare dan dikelola oleh swasta. Pememerintah akan mengkaji terkait mekanisme biaya di sana, dan di bagian yang perlu diperbaiki agar bisa menarik bagi para importir dengan tidak mengurangi pendapatan negara. (***)