Kelangkaan petikemas masih dirasakan oleh kalangan usaha (eksportir) di Indonesia. Hal sama juga diakui pelayaran. Bahkan beberapa terminal petikemas di Tanjung Priok pun mengakui jadwal kapal luar negeri saat ini sedikit kacau, akibat kongesti di pelabuhan China, Amerika, dan sejumlah pelabuhan lain di Eropa.
Untuk mengatasi kelangkaan petikemas yang bisa menghambat aktivitas ekspor komoditi nasional, Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mengusulkan beberapa solusi.
Kepala KSP, Moeldoko dalam siaran pers di Jakarta, mengatakan alternatif solusi yang bisa ditempuh pemerintah antara lain membatasi ekspor peti kemas kosong (repo container) dan ketentuan bagi industri perkapalan untuk membawa peti kemas kosong (empty container) ke dalam negeri.
“Kami sudah siapkan opsi penyelesaian yang dapat ditempuh oleh pemerintah guna menanggulangi permasalahan kelangkaan kontainer,” kata Moeldoko dalam Rapat Koordinasi Penyelesaian Masalah Ekspor karena Kelangkaan Kontainer dan Ketersediaan Kapal.
Rapat koordinasi tersebut diikuti 11 kementerian/lembaga, 12 asosiasi di bidang ekspor dan logistik, dan enam perwakilan perusahaan pelayaran.
Menurut Moeldoko, selain kelangkaan peti kemas, pemerintah juga mendeteksi kurangnya ketersediaan kapal untuk mengangkut komoditas ekspor.
“Kemenhub dan Kementerian BUMN perlu segera menyiapkan perusahaan pelayaran nasional untuk menyewa kapal mother vessel yang bisa mengangkut kontainer ekspor RI ke destinasi utama dengan menggandeng Main Line Operator (MLO),” ungkapnya.
Pada aspek lain, Moeldoko juga meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan kementerian terkait untuk menyelidiki indikasi praktik bisnis yang tidak sehat dalam bisnis kargo. “Kenaikan harga freight (kargo) yang luar biasa ini harus segera dicari akar masalahnya,” katanya.
Sementara itu, Ketua Indonesian National Shipowner’s Association (INSA), Carmelita Hartoto, menilai pemerintah sebaiknya duduk bersama dengan perusahaan pelayaran global atau Main Line Operator (MLO) untuk membahas masalah ini. “Pemerintah bisa bernegosiasi dengan MLO soal freight, karena ini sifatnya business to business,” katanya.
Di tempat terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia ( GPEI) DPD Sulse;bar Arief R Pebettinggi saat audiensi dengan Plt Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman, di Makassar, berharap dibentuknya badan usaha pelayaran nasional khusus rute internasional. Hal itu untuk mempermudah kelancaran kegiatan ekspor impor para pelaku usaha nasional.
“Kendala yang dialami para pelaku eksportir adalah kenaikan tarif pengiriman tujuan USA, Eropa, dan Australia yang melonjak hingga 150% dari tarif sebelumnya. Belum lagi dengan masalah kelangkaan kontainer masing-masing shipping line internasional,” keluh Arief.
Sedangkan Ketua Umum Dewan Pemakasi Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo), Toto Dirgantoro mengatakan perlu ada regulasi khusus untuk mengatur arus peti kemas ekspor/impor dan ketersediaan kapal dalam kondisi darurat.
“Jika arus kontainer ekspor/impor ini diatur dalam sebuah regulasi khusus, kita bisa memantau ketersediaan kontainer dalam negeri, baik repo container maupun empty container. Begitu juga dengan sistem penyewaan kontainernya,” ujar Toto, dikutip dari siaran pers KSP. (ant/***)