Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Jakarta menolak pengenaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) bongkar muat oleh pemerintah cq Kantor Otoritas Pelabuhan (OP) Tanjung Priok.
“Itu membuat high cost logistic, sebab satu barang terkena pungutan pajak lebih dari satu kali. Pihak Karantina juga sudah memungut PNBP itu, sekarang bongkar muat juga dikenai PNBP. Kalau harus terkena PNBP mestinya satu kali saja,” kata Widyanto, Ketua ALFI Jakarta kepada Ocean Week, di Kantornya.
Karena itu, ALFI menolak pengenaan PNBP terhadap aktivitas bongkar muat barang di pelabuhan Priok. “Itu tidak sejalan dengan keinginan presiden Joko Widodo untuk logistic murah,” ujarnya.
Hal serupa juga dikemukakan Adil Karim (Sekretaris ALFI Jakarta). “ALFI menerima edaran adanya pungutan PNBP yang dikeluarkan Menhub melalui OP, tapi kami menolak untuk itu,” ungkapnya.
Sebab, tegas Adil, permasalahannya jika dicermati, PNBP itu dikenakan kalau ada layanan yang dilakukan. “Ini layanan apa yang dilakukan oleh Kemenhub. Dari sisi Bea Cukai saja, justru sudah lama mencabut pungutan PNBP atas kegiatan ekspor impor. Jadi seharusnya Kemenhub tak perlu lagi memungut PNBP, ini kan menambah cost logistic,” ucapnya.
Pengenaan PNBP bongkar muat sebesar 1% sesuai surat edaran OP tertanggal 27 Desember 2016 dan diberlakukan mulai 1 Januari 2017 lalu, merupakan domain PBM. Masalahnya, apakah para PBM juga sudah mengetahui hal ini.
Masalahnya, dalam operasional kegiatan di lapangan, jika PNBP tersebut belum dibayarkan, kapal bisa-bisa tak diberikan ijin berlayar.
Kalau ini tak disosialisasikan, jangan-jangan Priok akan mengalami stagnasi. Sebab masalah yang satu belum selesai, misalnya inaportnet system yang sampai sekarang masih sering ada kendala, ini ditambah lagi persoalan baru.
Informasi yang berhasil dikumpulkan Ocean Week menyebutkan, bahwa pelayaran terkesan terbebani dengan PNBP bongkar muat ini, padahal kata pelayaran PNBP bongkar muat ini menjadi domain PBM. Makanya, pemerintah (OP) perlu mensosialisasikan untuk kebijakan yang satu ini.
Ketika hal ini dikonfirmasikan kepada Ketua DPW APBMI Jakarta Juswandi Kristanto, melalui selulernya belum memperoleh jawaban.
Dulu, kementerian Perhubungan juga pernah memberlakukan pungutan PNBP terhadap pengawasan barang berbahaya, termasuk bahan bakar minyak (BBM), bahan kimia dan sejenisnya dalam bentuk curah hanya dikenakan Rp10 perton/muatan, sedangkan pengawasan bongkar muat pengangkutan BBM dikenakan PNBP sebesar Rp50.000/kapal. (**)