Asosiasi Penyaluran Bahan Bakar Minyak Indonesia (APBBMI) khawatir usaha bunker kapal bakal ambruk gara-gara PT Pertamina membuka ijin kepada perusahaan pelayaran dapat menjadi agen bunker sendiri.
Ketua Bidang Bunker APBBMI Cece Ukon menyatakan, akibat peluang yang dibuka oleh Pertamina kepada perusahaan pelayaran dapat menjadi agen, usaha bunker sangat terganggu dan bakal ‘mati’. Sebab, jika banyak perusahaan pelayaran yang akhirnya memiliki agen bunker, otomatis tak lagi memerlukan bunker.
“Sekarang pelayaran yang sudah mendapat ijin PT SPIL. Jadi kapal-kapalnya bisa diisi oleh SPIL sendiri. Dan saya dengan Tempuran Emas juga akan mengajukan menjadi agen bunker. Coba kalau semua juga begitu, habislah usaha bunker,” ujarnya kepada Ocean Week di Kantornya, Senin (28/11).
Menurut Cece, Asosiasi sudah melayangkan protes kepada Pertamina, namun jawaban BUMN minyak itu, dari pada pelayaran membeli minyak ke kompetitor Pertamina (AKR dan Medco) lebih baik dibuka ijin untuk pelayaran dapat menjadi agen. “Jadi mereka (pelayaran-red) tetap memebeli BBM Pertamina,” ungkapnya.
Cece juga mengungkapkan bahwa kesulitan yang dihadapi usaha bunker sekarang ini, selain Pertamina tidak sanggup memberi proteksi kepada bunker, juga disebabkan harga minyak Pertamina tidak dapat diturunkan.
“Pertamina tak bisa proteksi, sehingga harga ke bunker lebih mahal dibandingkan dengan AKR maupun Medco yang keduanya membeli langsung ke kilang luar, sehingga terkesan bahwa bunker mensubsidi ke pelayaran. Pertamina harganya juga nggak bisa turun, karena ada kewajiban Pertamina mengolah minyak pemerintah sehingga biaya itu dimasukkan dalam harga,” ujar Cece panjang lebar.
Dia mengungkapkan sebenarnya ada kilang minyak di Indonesia yang mampu mengolah dengan pola multipurpose yakni di Balongan, namun kecil sehingga tak mampu menutupi kebutuhan. Sementara di Singapura mempunyai dua kilang di Jurong dan Pulau Bikon yang sanggup mengolah minyak secara multipurpose. “Makanya harga bisa murah,” ucapnya.
Pemerintah Indoensia, tambah Cece, sedang berencana membuat kilang multipurpose di Pulau Selayar, namun apakah sudah diwujudkan pembangunannya atau belum, Cece mengaku tak tahu.
Akibat dari lesunya perekonomian global yang berimbas pada menurunnya kegiatan pelayaran, usaha bunker di Priok misalnya turun hingga 50%. Akibatnya, dari 28 perusahaan bunker anggota, banyak pelaku usaha ini yang banting setir untuk bisnis yang lain.
“Kami hanya berharap harga minyak dunia naik lagi, sehingga usaha bunker bergairah kembali. Selama ini usaha bunker di Indonesia hanya ramai di pelabuhan Priok dan Tanjung Perak saja,” pungkasnya. (**)