Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2016 mengalami surplus sebesar US$ 8,78 miliar. Angka itu selisih kumulatif ekspor Januari-Desember 2016 sebesar US$ 144,43 miliar dengan impor Januari-Desember 2016 sebesar US$ 135,65 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto menyatakan, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Desember 2016 mencapai US$ 144,43 miliar atau menurun 3,95 persen dibanding periode yang sama tahun 2015, sedangkan ekspor nonmigas mencapai U$ 131,35 miliar atau menurun 0,34 persen. Sementara secara kumulatif nilai impor Januari–Desember 2016 mencapai US$ 135,65 miliar atau turun 4,94 persen dibanding periode yang sama tahun 2015. Kumulatif nilai impor terdiri dari impor migas US$ 18,72 miliar (turun 23,92 persen) dan nonmigas US$ 116,93 miliar (turun 0,98 persen).
“Memang impor non migas kita naik secara kumulatif. Namun impor migas kita turun, karena kondisi pasar internasional yang juga sedang tidak membaik pasca keputusan pemotongan produksi oleh OPEC,” kata Suhariyanto kepada pers di Gedung BPS, Senin (16/1).
Sementara neraca perdagangan khusus bulan Desember 2016 mencatat surplus US$ 990 juta. Angka itu selisih dari nilai ekspor Indonesia Desember 2016 yang mencapai US$ 13,77 miliar dengan impor Desember sebesar US$ 12,78 miliar.
Data BPS juga mencatat, pada Desember ekspor Indonesia sebesar US$ 13,77 miliar atau meningkat 1,99 persen dibanding ekspor November 2016. Demikian juga dibanding Desember 2015 meningkat 15,57 persen.
Nilai impor Indonesia Desember 2016 mencapai U$ 12,78 miliar atau naik 0,88 persen apabila dibandingkan November 2016. Demikian pula jika dibandingkan Desember 2015 naik 5,82 persen.
BPS juga menyebutkan, ekspor nonmigas Desember 2016 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$ 1,86 miliar, disusul Amerika Serikat US$ 1,46 miliar dan Jepang US$ 1,24 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 36,39 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar US$ 1,43 miliar.
Adapun tiga negara asal barang impor nonmigas terbesar Januari–Desember 2016 adalah Tiongkok dengan nilai US$ 30,69 miliar (26,24 persen), Jepang US$ 12,97 miliar (11,09 persen), dan Thailand US$ 8,60 miliar (7,36 persen). Impor nonmigas dari ASEAN mencapai pangsa pasar 21,46 persen, sementara dari Uni Eropa 9,11 persen. (***)