Penerapan Aturan International Ship and Port Facility Security (ISPS-Code) di hampir seluruh pelabuhan Indonesia yang berkegiatan ekspor impor sudah memasuki usia 14 tahun, sejak ditetapkan ISPS-Code diberlakukan diseluruh dunia per 1 Juli 2004.
Namun, meski sudah berlangsung lama, masih juga banyak pelabuhan di Indonesia yang telah comply ISPS-Code belum melaksanakan aturan main sebagaimana ditetapkan. Sebab, kalau kita melihat ke pelabuhan di Indonesia, sebut saja Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, Belawan, Makassar, Banjarmasin, Panjang, Pontianak, Palembang, dan sebagainya, masih sering terlihat lalu lalang orang yang tak ada kepentingan keluar masuk seenaknya di pelabuhan.
Di Priok, misalnya peristiwan terejeburnya taksi yang menewaskan penumpang dan sopir, mengindikasikan bahwa ISPS-Code di pelabuhan ini belum penuh. Apalagi jika malam hari, tak sedikit orang-orang yang tak berkepentingan dapat leluasa di lini I. Adanya perahu-perahu kecil di lingkungan pelabuhan Priok juga menandakan lemahnya dalam penegakan aturan ISPS-Code,
Hal serupa juga terlihat di Belawan, Perak, Tanjung Emas, Makassar dan sebagainya. Bahkan khusus pelabuhan Priok, Joint War Committee (JWS) memasukkan pelabuhan ini sebagai war risk atau zona rawan perang. Ini sangat bertolak belakang dengan upaya Presiden Jokowi yang akan menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Cuma, memindahkan pangkalan angkatan laut dari pelabuhan Priok dari dulu juga tidak mudah.
Padahal, dulu saat ISPS-Code mulai diterapkan, Exercise atau latihan dalam hal keamanan ini merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan oleh fasilitas pelabuhan yang telah dinyatakan comply dengan aturan International Ship and Port Facility Security (ISPS Code) dan memiliki Statement of Compliance of a Port Facility (SoCPF).
Dunia pelayaran pun berharap penerapan ISPS Code di Indonesia benar-benar konsisten dan berbasis pada voluntary compliance yang memandang penerapan aturan keamanan sebagai suatu kebutuhan dibandingkan suatu paksaan.
Tapi, lagi-lagi hal itu belum mampu dilakukan oleh para operator pelabuhan maupun pemerintah. Kita tahu bahwa sejak 1 Juli 2004 telah ditetapkan ISPS Code diberlakukan seluruh dunia, terutama untuk keamanan transportasi laut.
ISPS Code ini sifatnya mandatory, artinya pelabuhan-pelabuhan ataupun perusahaan pelayaran yang ada di Indonesia harus mengikuti ketentuan keamanan yang telah diatur dalam ISPS Code tersebut.” Kita harapkan penegakan ISPS Code dapat dilakukan dengan komitmen penuh dari semua jajaran, karena pelabuhan tidak berdiri sendiri tetapi terdiri dari banyak institusi di dalamnya, agar tercipta sinergi seluruh institusi yang ada di pelabuhan,” ungkap sumber di pelayaran.
Mereka juga mengaku prihatin, bahwa sebuah pelabuhan berkegiatan internasional, namun di lingkungannya terdapat makam seperti di Priok dan Palembang, sehingga hal tersebut dinilai tak sejalan dengan aturan maupun semangat ISPS-Code.
Jadi, kapan Indonesia sudah benar-benar mampu melaksanakan aturan ISPS-Code. Mungkin hal itu baru dapat dilakukan untuk dermaga New Priok, Teluk Lamong, termasuk JICT, TPK Koja, TPS Surabaya, dan Mustika Alam Lestari (MAL). Diluar terminal yang tersebut itu, masih ‘amburadul’.
Makanya, kalau dari dulu sudah banyak operator pelabuhan yang menyatakan comply ISPS-Code, itu comply yang seperti apa. (ow/***)